KH. Ahmad Bahauddin Nursalim

Mengenal Lebih Dekat KH. Ahmad Bahauddin Nursalim (Gus Baha’)

Diposting pada

Baca juga: Syaikhina KH. Maimoen Zubair meninggal di hari yang sangat mulia

KH. Ahmad Bahauddin Nursalim

Biografi KH. Ahmad Bahauddin Nursalim (Gus Baha’)

Pernah pada sebuah kesempatan, Prof. Quraisy Syihab berkata:
“Sulit ditemukan orang yang sangat memahami dan hafal detail-detail Al-Qur’an hingga detail-detail fiqh yang tersirat dalam ayat-ayat Al-Qur’an seperti Pak Baha’.

KH. Ahmad Bahauddin Nursalim atau yang lebih akrab dipanggil Gus Baha’ adalah putra seorang ulama’ ahli Qur’an KH. Nursalim Al-Hafizh dari Narukan, Kragan, Rembang, Jawa Tengah, sebuah desa di pesisir utara pulau jawa. KH. Nursalim adalah murid dari KH. Arwani Al-Hafizh Kudus dan KH. Abdullah Salam Al-Hafizh Pati.

Dari silsilah keluarga ayah beliau inilah terhitung dari buyut beliau hingga generasi ke-empat kini merupakan ulama’-ulama’ ahli Qur’an yang handal. Silsilah keluarga dari garis ibu beliau merupakan silsilah keluarga besar ulama’ Lasem, Bani Mbah Abdurrahman Basyaiban atau Mbah Sambu yang pesareannya ada di area Masjid Jami’ Lasem, sekitar setengah jam perjalanan dari pusat Kota Rembang.

Baca Juga: Mari Mengenal tiga Guru Sufi Jawa Tengah

Pendidikan KH. Ahmad Bahauddin Nursalim (Gus Baha’)

Gus Baha’ diwaktu kecil memulai pendidikan ilmunya dengan keilmuan Al-Qur’an di bawah bimbingan langsung oleh ayahnya sendiri yakni KH. Nursalim.

Dengan ketekunan yang dimiliki, Gus Baha’ kecil dapat mengkhatamkan hapalan Al-Qur’annya beserta Qira’ah dengan lisensi yang ketat dari ayahnya. KH. Nursalim merupakan seorang ulama yang ahli Qur’an dan alim dibidang keilmuan Al-Qur’an, karena beliau merupakan murid dari KH. Arwani Kudus yang sangat ketat dalam keilmuan Al-Qur’an. Jadi, sudah maklum jika KH. Nursalim sangat ketat juga dalam mendidik putranya Gus Baha’ dalam keilmuan Al-Qur’an.

Memasuki usia remaja, KH. Ahmad Bahauddin Nursalim dititipkan oleh ayahnya sendiri kepada Al-Aliim Al-Alaamah Syakhinaa KH. Maimoen Zubair di Pondok Pesantren Al-Anwar Karangmangu, Sarang, Rembang, yang berjarak sekitar 10 KM dari tempat tinggalnya sendiri, Narukan. KH. Maimoen Zubair merupakan Ulama yang sangat Alim dalam berbagai bidang ilmu, seperti tafsir, fiqih, hadits, dan sebagainya.

Kelebihan KH. Ahmad Bahauddin Nursalim (Gus Baha’)

Dengan ketekunan yang dimiliki, Gus Baha’ kecil dapat mengkhatamkan hapalan Al-Qur’annya beserta Qira’ah dengan lisensi yang ketat dari ayahnya. KH. Nursalim merupakan seorang ulama yang ahli Qur’an dan alim dibidang keilmuan Al-Qur’an, karena beliau merupakan murid dari KH. Arwani Kudus yang sangat ketat dalam keilmuan Al-Qur’an. Jadi, sudah maklum jika KH. Nursalim sangat ketat juga dalam mendidik putranya Gus Baha’ dalam keilmuan Al-Qur’an.

Memasuki usia remaja, KH. Ahmad Bahauddin Nursalim dititipkan oleh ayahnya sendiri kepada Al-Aliim Al-Alaamah Syakhinaa KH. Maimoen Zubair di Pondok Pesantren Al-Anwar Karangmangu, Sarang, Rembang, yang berjarak sekitar 10 KM dari tempat tinggalnya sendiri, Narukan. KH. Maimoen Zubair merupakan Ulama yang sangat Alim dalam berbagai bidang ilmu, seperti tafsir, fiqih, hadits, dan sebagainya.

Dengan berbekal keilmuan yang telah di ajarkan ayahnya sendiri terutama hapalan Qur’an dan dengan dipenuhi ketekunan yang sangat mendalam dalam mengkaji keilmuan dari guru tercintanya, akhirnya Gus Baha di Pondok tersebut sangat dikenal dengan alim dalam bidang Fiqih, Tafsir, dan Hadits. Hal ini dibuktikan dengan beberapa amanat prestisius keilmiahan yang telah diembankan kepada beliau, seperti menjadi Rois Fathul Mu’in, ketua Ma’arif di jajaran kepengurusan Pon Pes Al-Anwar, dan sebagainya.

Gus Baha’ saat menimba ilmu di Pon Pes Al-Anwar ini pula beliau mengkhatamkan hapalan hadits Shohih Muslim lengkap dengan sanad, matan, dan rowinya. Selain Shohih Muslim, beliau juga mengkhatamkan hapalan kitab Fathul Qarib, Fathul Mu’in, dan juga kitab-kitab Gramatika Arab, seperti ‘Imrithi dan Alfiyah Ibnu Malik.

Bahkan setiap ada musyawarah dan beliau ingin mengikutinya, beliau Gus Baha’ selalu ditolak oleh kawan-kawannya. Hal ini disebabkan beliau Gus Baha’ diangggap tidak berada pada level santri pada umumnya karena kedalaman ilmu, keluasan ilmu, serta banyaknya kitab yang beliau hapalkan.

Selain menonjol dalam berbagai bidang keilmuan, beiau juga sosok santri yang dekat dengan Kyainya/ Gurunya yakni KH. Maimoen Zubair. Dalam berbagai kesempatan, beliau sering diminta gurunya untuk mendampinginnya dalam berbagai keperluan. Mulai dari sekedar berbincang-bincang santai, menerima tamu-tamu ulama-ulama’ besar yang berkunjung ke Pon Pes Al-Anwar, hingga urusan mencari ta’bir. Sehingga beliau dijuluki sebagai santri kesayangan Al-Aalim Al-Alaamah Syaikhinaa KH. Maimoen Zubair.

Pernah terjadi, pada suatu ketika beliau dipanggil untuk mencarikan ta’bir tentang suatu persoalan oleh gurunya. Karena sangat cepatnya ta’bir itu ditemukan dengan tanpa membuka referensi kitab terlebih dahulu hingga sampai membuat guru berkata, “Iyo Ha’ (Gus Baha’), Koe pancen cerdas tenan” (Iya Ha’, kamu memang benar-benar sangat cerdas).

Selain itu, Gus Baha’ juga kerap dijadikan contoh teladan oleh Syaikhinaa Maimoen Zubair saat memberikan mawa’izh diberbagai kesempatan tentang profil santri ideal. “Santri tenan iku yo koyo baha’ iku” (Santri yang sebenarnya itu ya seperti Baha’) begitu kurang lebih perkataan Syaikhinaa yang riwayatnya sampai ke penulis.

Dalam riwayat pendidikan beliau, sejak kecil hingga beliau mengasuh pesantren ayahnya, beliau KH. Ahmad Bahauddin Nursalim hanya mengenyam pendidikan di 2 pesantren, yakni pertama di pesantren Al-Qur’an (LP3IA) punya ayahnya sendiri di desa Narukan dan kedua di pesantren Al-Anwae Karangmangu, Sarang, Rembang.