Isim Mu’rab dan Isim Mabni

Diposting pada

ISIM MU’RAB DAN ISIM MABNI

والاسم ضربان معرب وهو الاصل وهو ما تغيّر أخره بسبب العوامل الدّاخلة عليه امّا لفطا كزيد وعمرو وامّا تقديرا نحو موسى والفتى

Isim itu ada dua bagian, yang pertama ialah isim mu’rab (isim yang berubah) dan ia adalah asli, yaitu sering mengalami perubahan padabagian akhirnya karena berbedanya amil yang memasukinya, adakalanya mengalami perubahan secara lafadz, seperti lafadz  زَيْدٌ  dan  عَمْرٌو   , dan adakalanya  mengalami perubahan secara perkiraan, seperti lafadz  مُوْسَى  dan  اَلْفَتَى  .[1]

ومبنيّ وهو الفرع وهو ما لا يتخيّر أخره بسبب العوامل الدّاخلة عليه كالمضمرات وأسماء الشّرط وأسماء الاستفهام وأسماء الاشارة وأسماء الافعال وأسماء الموصولات

Sedangan yang kedua adalah isim mabni (isim yang tetap) dan merupakan cabang dari mu’rab, yaitu tidak mengalami perubahan pada bagian akhir kata walaupun amil yang memasukinya berbeda-beda. seperti isim –isim dhamir (baik yang muttashil maupun yang munfashil), isim-isim syarat, isim-isim istifham, isim-isim isyarah, isim-isim fi’il, dan isim-isim maushul.[2]

Di antara contoh dari isim-isim di atas yaitu sebagai berikut:

  1. Isim dhamir muttashil, seperti lafadz: لَنَا،  لَكَ،  لَهُ
  2. Isim dhamir munfashil, seperti lafadz: أَنَا، أَنْتَ، هُوَ
  3. Isim syarat, seperti lafadz: مَنْ،  مَا،  مَتَى
  4. Isim istifham. Seperti lafadz: هًلْ، كًمْ،  كًيْفَ،  أَيْنَ
  5. Isim isyarah. Seperti lafadz: هَذَا، هَذِهِ،  هَؤُلَاءِ
  6. Isim fi’il. Seperti lafadz: حَيَّهَلْ،  صَهْ،  هَيْهَاتِ،  شَتَّانَ
  7. Isim maudhul, seperti lafadz: اَلَّذِيْ، اَلَّتِيْ،  اَلَّذِيْنَ،  اَللَّاتِيْ

Macam-macam mabni terhadap isim

فمنه ما يبنى على السّكون نحو كم ومنه ما يبنى على الفتح كأين ومنه ما على الكسر كأمس ومنه ما يبنى على الضّم كحيث والأصل في المبنيّ أن يبنى على السّكون

Sebagian isim itu ada yang di-mabni-kan dengan harakat sukun, seperti lafadz  كَمْ , sebagian lagi ada yang di-mabni-kan dengan harakat fathah, seperti lafadz   أَيْنَ , ada juga di-mabni-kan dengan harakat kasrah, seperti lafadz  أَمْسِ  , dan ada juga yang di-mabni-kan dengan harakat dhammah, seperti lafadz  حَيْثُ  . Sedangkan yang asli dalam isim mabni itu hendaknya di-mabni-kan dengan harakat sukun.[3]


REFRENSI BUKU

[1] Syekh Syamsuddin Muhammad Arra’ini, Ilmu Nahwu Terjemahan Mutammimah Ajurumiyyyah, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2016) cet. ke-19, hal. 13-14.

[2] Syekh Syamsuddin Muhammad Arra’ini, Ilmu Nahwu Terjemahan Mutammimah Ajurumiyyyah, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2016) cet. ke-19, hal. 14.

[3] Syekh Syamsuddin Muhammad Arra’ini, Ilmu Nahwu Terjemahan Mutammimah Ajurumiyyyah, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2016) cet. ke-19, hal. 15.