Pengertian Idhafah

Pengertian Idhafah dalam Ilmu Nahwu Beserta Referensinya

Diposting pada

Pengertian Idhafah

Pada kesempatan kali ini dosenmuslim.com akan menebar ilmu tentang Pengertian Idhafah dalam ilmu nahwu yang dilengkapi dengan referensinya. Agar lebih jelas mengenai ilmu tersebut mari kita pelajari di bawah ini.


Pengertian Idhafah

Idhofah adalah salah satu bentuk dari tiga lafadz/isim yang di jer_kan. Sebagaimana di dalam kitab Matan al-Ajurumiyyah dan ‘Imrithy yang diterjemahkan oleh K.H. Moch. Anwar, dijelaskan sebagai berikut:

المخفوضات ثلاثة مخفو ضة بالحرف ومخفوض بالاضافة وتابع للمخفوض

Lafadz-lafadz yang di-jer-kan ada tiga macam, yaitu:

  1. Lafadz yang di-jer-kan ileh huruf jar, contoh:      بسمِ اللهِ، كتبتُ بالقلمِ 
  2. Lafadz yang di-jer-kan dengan idhofah, contoh:       بيت اللهِ، عبد اللهِ
  3. Lafadz yang mengikuti kepada lafadz yang di-jer-kan (na’at, athaf, taukid, badal), contoh:

بسمِ اللهِ الرّحمنِ الرّحيمِ، ذهبتُ بعارفٍ وَرضوانٍ، مررتُ بالقومِ اجمعيْن

Kata Nazhim:

خافضها ثلاثة انواع * الحرف والمضاف والاتباع

            “yang mengejerkan isim itu ada tiga macam, yaitu: huruf, mudhaf, dan lafadz yang mengikuti.”[1]


Pengertian Idhafah

Akhmad Munawari dalam bukunya “Belajar Cepat Tata Bahasa Arab” menjelaskan, Idhofah adalah penyandaran suatu kalimah kepada kalimah lain sehingga menimbulkan pengertian yang lebih spesifik. [2] selain itu, al-Ustadz Aunur Rofiq Ibn Ghufran juga menjelaskan dalam bukunya “Ringkasan Kaidah-kaidah Bahasa Arab”, bahwa idhofah adalah isim jer karena disambung dengan isim sebelumnya. Isim yang disambung dinamai “المضاف“, di-i’rabi sesuai dengan letaknya dalam jumlah (kalimat), bisa rafa’, nashab, dan jer.[3]

Dari pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa idhofah adalah suatu kalimat isim yang dibaca jer (المضاف اليه) karena disambung atau disandarkan dengan kalimat isim sebelumnya (المضاف) , sehingga menimbulkan pengertian yang lebih spesifik. Jadi di dalam idhofah itu terdapat suatu susunan yaitu susunan mudhaf (kalimat yang di sambung) dan mudhaf ‘ilaih (kalimat yang menyambung).


Syarat-syarat Mudhaf dan Mudhaf ‘ilaih

di dalam kitab Matan al-Ajurumiyyah dan ‘Imrithy yang diterjemahkan oleh K.H. Moch. Anwar, dijelaskan sebagai berikut:

شرط المضافِ ان يكون خالياً عن التّعريفِ والتّنوينِ، وشرط المضافِ اليهِ ان يكونَ مخيّراً بين التّعريفِ والتّنوين

Syaratnya mudhaf ialah hendaknya terbebas dari al ta’rif dan tanwin, dan syaratnya mudhaf ‘ilaih ialah hendaknya memilih antara al ta’rif dan tanwin.”[4]

Contoh:

المثال في الجملة

Artinya

الاضافة

Artinya

قرأتُ سورةَ الفاتحةِ saya membaca surah al-Fatihah سورة الفاتحةِ Surah al-Fatihah
كتابُ زيدٍ علَى المَكْتَبِ Kitab (milik) Zaid di atas meja كتابُ زيدٍ Kitab (milik) Zaid

Keterangan:

  1. Lafadz atau kata yang berwarna biru adalah المضااف
  2. Lafadz atau kata yang berwarna merah adalah المضاف اليه

Macam-macam Mudhof ‘ilaih

Syaikh Syaraffuddin Yahya al-Imrithiy menjelaskan dalam kitabnya “al-Imrithiy” yang diterjemahkan oleh ahmad sunarto, sebagai berikut:

وهو على تقديرِ في اولامِ       *       او مِن كمكرِ اللّيل او غلامِي

او عبد زيدٍ او انا زجاجٍ         *       او ثوبِ خزٍّ او كبابِ ساجٍ

Mudhaf ‘ilaih itu dibagi menjadi tiga, yaitu:

  1. Ada yang menakdirkan ma’nanya fii.
  2. Ada yang menakdirkan ma’nanya laam.
  3. Ada yang menakdirkan ma’nanya min.

Contoh-contohnya yaitu:

  1. Yang menakdirkan ma’nanya fii, seperti:

مكرُ اللّيلِ (tipudaya malam), takdirnya: مكرٌ في اللّيلِ (tipudaya di malam hari).

  1. Yang menakdirkan ma’nanya laam, seperti:

عبدُ زيدٍ (hambanya Zaid), takdirnya: عبدٌ لِزيدٍ (hamba milik Zaid).

  1. Yang menakdirkan ma’nanya min, seperti:

ثوبُ خزٍّ (baju sutra), takdirnya: ثوبٌ من خزٍّ (baju dari sutra).[5]


Baca Juga: Pengertian I’rab


Bagan Contoh

pengertian idhafah


Referensi

[1] Moch. Anwar, Ilmu Nahwu Terjemahan Matan al-Jurumiyyah dan ‘Imrithy, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2014), cet. Ke-33, hal. 158 &159.
[2] Akhmad Munawari, Belajar Cepat Tata Bahasa Arab, (Yogyakarta: Nurma Media Idea, 2013), cet. Ke-XXVIII, hal. 17. B.
[3] Aunur Rofiq Bin Ghufran, Ringkasan Kaidah-kaidah Bahasa Arab, (Gresik: Pustaka Al Furqan, 1432 H), cet. Ke-7, hal. 105.
[4] Moch. Anwar, Ilmu Nahwu Terjemahan Matan al-Jurumiyyah dan ‘Imrithy, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2014), cet. Ke-33, hal. 161- 162.
[5] Achmad Sunarto, Ilmu Nahwu Tingkat Menengah Tarjamah ‘Imrithiy Makna Jawa Pegon dan Terjemah Indonesia, (Surabaya: AL-MIFTAH, 2012), hal. 143.