Adab-adab membaca Al-Qur’an
Al-Qur’an adalah kitab suci yang diberikan oleh Allah SWT kepada Rosulnya Muhammad SAW. Kesucian Al-Qur’an itu sama dengan kesucian Allah SWT, dikarenakan kesuciannya itu disebabkan yang mempunyai Al-Qur’an itu Allah Yang Maha Suci.
Sebagai kitab suci, Al-Qur’an mempunyai adab-adab tersendiri bagi orang Islam yang membacanya. Ada tersebut guna menjaga keaagungan dan kehormatan Al-Qur’an. Setiap orang yang hendak membaca dan yang tengah membaca AL-Qur’an harus memperhatikan dan menjalankan adab-adab tersebut. Di antara adab-adab tersebut adalah:
1. Al-Qur’an harus dibaca dengan tartil sebagaimana diperintahkan oleh Allah SWT dalam QS. Al-Muzammil ayat 4 yang berbunyi:
ورتّل االقرأن ترتيلا. (المزمل: 4…
Artinya: … dan bacalah Al-Qur’an dengan tartil. (QS. Al-Muzammil: 4)
2. Bagi orang yang mengerti arti dan maksud ayat-ayat Al-Qur’an disunnahkan membacanya dengan penuh perhatian dan perenungan akan maksud ayat tersebut. Cara membaca seperti inilah yang dikehendaki, yakni tatkala lidah bergerak membaca hati turut memperhatikan serta memikirkan isi kandungan ayatnya. Allah ta’ala berfirman:
افلا يتدبرون القران … (النساء :82)
Artinya: Apakah mereka tidak memperhatikan (isi) Al-Qur’an … (QS. An-Nisa’: 82)
Rasulullah SAW sering menangis ketika membaca Al-Qur’an karena meresapi ayat yang tengah dibaca. Demikian juga dengan para shahabatnya ra. Banyak yang mencucurkan air mata ketika membaca ayat-ayat suci Al-Qur’an yang menggambarkan nasib yang akan ditanggung oleh orang-orang yang berdosa.
3. Disunnahkan membaca Al-qur’an dengan suara yang merdu dan bagus sehingga menambah keindahan Al-Qur’an. Rasulullah SAW bersabda:
زيّنوا القرأن ياصواتكم. (رواه احمد)
Artinya: Hendaklah kalian menghiasi Al-Qur’an dengan suara kalian (yang merdu). (HR. Ahmad)
Dalam membaca Al-Qur’an dengan merdu tidak boleh meninggalkan bacaan tajwidnya, jadi ilmu tajwid itu menjadi syarat utama dalam bacaan Al-Qur’an.
4. Sangatlah baik sebelum membaca Al-Qur’an kita wudhu terlebih dahulu, karena kita hendak membaca ayat-ayat yang suci dan agung. Imam al-Haramain megatakan bahwa orang yang membaca Al-Qur’an dalam keadaan berhadast kecil tidak dikatakan melakukan perbuatan makruh, tetapi dia hanya meninggalkan sebuah keutamaan. Ini adalah keterangan bagi orang yang hanya ingin membaca. Tetapi bagi orang yang ingin memegang Al-Qur’an wajib berwudhu dahulu sebagaimana Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata:
وَالصَّحِيحُ فِي هَذَا الْبَابِ مَا ثَبَتَ عَنْ الصَّحَابَة – رِضْوَانُ اللَّهِ عَلَيْهِمْ – وَهُوَ الَّذِي دَلَّ عَلَيْهِ الْكِتَابُ وَالسُّنَّةُ وَهُوَ أَنَّ مَسَّ الْمُصْحَفِ لَا يَجُوزُ لِلْمُحْدِث
“Pendapat yang tepat dalam masalah ini adalah pendapat para sahabat. Itulah pendapat yang sejalan dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah yaitu menyentuh mushaf tidak diperbolehkan bagi orang yang berhadats.” (Majmu’ah Al-Fatawa, 21: 270)
Dalil yang mendukung pernyataan di atas adalah firman Allah Ta’ala,
لَا يَمَسُّهُ إِلَّا الْمُطَهَّرُونَ
“Tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan.” (QS. Al-Waqi’ah: 79). ‘Tidak menyentuhnya’ adalah kalimat berita namun maknanya adalah larangan. Sehingga maknanya adalah ‘janganlah menyentuhnya’
Selain itu juga juga terdapat dalil lain yang berbunyi:
عَنْ أَبِى بَكْرِ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ عَمْرِو بْنِ حَزْمٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- كَتَبَ إِلَى أَهْلِ الْيَمَنِ كِتَابًا فَكَانَ فِيهِ لاَ يَمَسُّ الْقُرْآنَ إِلاَّ طَاهِرٌ
Dari Abu Bakr bin Muhammad bin ‘Amr bin Hazm dari ayahnya dari kakeknya, sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menulis surat untuk penduduk Yaman yang isinya, “Tidak boleh menyentuh Al-Qur’an melainkan orang yang suci”. (HR. Daruquthni no. 449. Hadits ini dinilai shahih oleh Syaikh Al-Albani dalam Al-Irwa’ no. 122).
5. Disunnahkan membaca Al-Qur’an di tempat yang suci dan bersih, dengan kata lain janganlah membaca Al-Qur’an di tempat yang najis, kotor, dan hina. Asy-Sya’bi berkata, “Adalah makruh membaca Al-qur’an di tiga tempat: kamar mandi, tempat buang air besar atau kecil, dan tempat penggilingan yang sedang berputar.” Sedangkan mmenurut Abu Maisarah, “Tidaklah dikatakan mengingat Allah, kecuali ditempat yag baik.”
6. Disunnahkan membaca Al-Qur’an di luar shalat dengan menghadap kiblat karena sebaik-baik tempat beribadah adalah menghadap kiblat. Seiring dengan itu pembaca Al-Qur’an hendaknya duduk dengan tenang, penuh kekhusukan, dan menundukkan kepala pertanda khidmat. Itulah sikap yang paling mulia dan sempurna. Namun demikia, membaca Al-Qur’an sambil berdiri, berbaring, atau tiduran tetap diperbolehkan dan berpahala.
7. Sebelum memulai membaca Al-Qur’an, disunnahkan membaca ta’awudz dan basmalah terlebih dahulu, kecuali pada surat At-Taubah. Maksudnya adalah dalam rangka meminta pertolongan kepada Allah supaya dijauhkan dari tipu daya setan, sehingga hati dan pikiran tetap tenang saat membaca Al-Qur’an. Niat dan amalan kita juga diluruskan semata-mata mengharap berkah-Nya. Sebagai mana Allah SWT berfirman, yang artinya:
“Apabila kamu membaca Al-Qur’an, hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk. (QS. An-Nahl: 98)
Dalam hal ini juga Rasulullah SAW bersabda yang artinya:
“Setiap urusan yang tidak dimulai dengan Bismillah, maka akan terputus (berkahnya). (HR. Abu Dawud)
8. Tergolong sebagai perbuatan bid’ah membaca A-Qur’an dengan dinyanyikan dalam bentuk; tar’id (suara pembacanya menggelegar bagai halilintar atau memekik seperti orang kesakitan), tarqish (seperti orang bernyanyi sambil menari), tathrib (seperti orang bernyanyi sambil menggoyang-goyangkan tubuhnya), dan tardid (membaca Al-Qur’an yang dikuti jamaah pada setiap akhir bacaan dengan cara yang tidak tepat karena tidak mengindahkan aturan waqaf dan ibtida’nya).
9. Apabila ketika membaca Al-Qur’an perut terasa ingin buang angin atau mulut terasa hendak menguap, maka hentikanlah bacaan Al-Qur’an sejenak untuk menyelesaikan hajat tersebut. Setelah itu bacaan dilanjutkan kembali.
10. Janganlah memutuskan bacaan Al-Qur’an sebarangan hanya karena hendak berbicara dengan orang lain atau memenuhi hajat yang tidak mendesak. Tetapi hentikanlah bacaan sampai pada batas ayat/lafadz Al-Qur’an yang sempurna dan tidak memotong sebagai Waqaf Qabih.
Demikian beberapa hal yang perlu diperhatikan berkenaaan dengan adab membaca Al-Qur’an. Semoga Allah SWT menjaga hati dan lisan kita dari kesalahan membaca ayat-ayat-Nya yang agung nan Suci, serta memasukkan kita ke dalam golongan hamba-hamba yang ikhlas dan sabar dan hamba-hamba yang mencintai Al-Qur’an.
Amin ya Rabbal’alamin.
Daftar Pustaka
Al-Qur’anul Karim
An-Nawawi, Abu Zakariyya Yahya bin Syarafuddin, Menjaga Kemuliaan Al-Qur’an: Adab dan Tata Caranya, Terjemahan Ternama Ahmad Qasim, At-Tibyan fi Adab Hamalatil Qur’an, (Jakarta: Al-Bayan (Kelompok Penerbit Mizan) 1996), cet. 1.
Nashr, Muhammad Makki, Nihayatul Qaulil Mufid fi Ilmit Tajwid, (Bogor: Al-Barakah)
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994)
Abdurohim, Acep Lim, Pedoman Ilmu Tajwid Lengkap, (Bandung: CV Penerbit Diponegoro),