Kewajiban Memuliakan Ahli Qur’an
Pada kesempatan kali ini dosenmuslim.com akan membagikan ilmu tentang kewajiban memuliakan ahli Qur’an berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits. Untuk lebih jelasnya mari kita baca ilmu tersebut di bawah ini.
KEWAJIBAN MEMULIAKAN AHLI QUR’AN DAN LARANGAN MENYAKITI MEREKA
Allah Ta’ala berfirman:
(…ومن يعظّم شعائر الله فانّها من تقوى القلوب (32) )
“… Dan barang siapa mengagungkan syiar-syiar Allah maka sesungguhnya hal itu timbul dari ketakwaan hati.” (QS. AL-Haj [22]: 32)
(…ومن يعظّم حرمات الله فهو خير لّه عند ربّه،)
“… Dan barang siapa mengagungkan apa yang terhormat disisi Allah, maka itu lebih baik baginya di sisi Rabbnya.” (QS. Al-Haj [22]: 30)
(…واخفض جناحك للمؤمنين (88) )
“… Dan merendah hatilah engkau terhadap orang beriman.” (QS. Al-Hijr [15]: 88)
(والّذين يؤذون المؤمنين والمؤمنات بغير مااكتسبوا فقد احتملوا بهتانا واثما مّبينا (58))
“Orang-orang yang menyakiti orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan, tanpa ada kesalahan yang mereka perbuat; maka sungguh mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.” (QS. Al-Ahzab [33]: 58)
Beberapa ayat-ayat Al-Qur’an di atas akan diterangkan dengan hadits-hadits Nabi SAW di bawah ini. (Baca juga: Keutamaan Orang yang Membaca dan Menghapal Al-Qur’an)
Diriwayatkan dari Abu Musa Al-Asy’ari ra ia berkata, Rasulullah SAW bersabda:
(( انّ من اجلال الله تعالى: اكرام ذي الشّيبة المسلم، وحامل القرأن غير الغالي فيه والجافي عنه، واكرام ذي السلطان المقسط ))
“Termasuk pengagungan kepada Allah Ta’ala yaitu menghormati seorang muslim yang sudah tua, memuliakan penghapal Al-Qur’an dengan sepantasnya tidak terlalu berlebihan dan tidak pula mengabaikannya, dan memuliakan pemimpin yang adil.” (Hadits hasan. HR. Abu Daud)[1]
Diriwayatkan dari Aisyah ra, ia berkata:
(( أمرنا رسول الله صلّى الله عليه وسلّم أن ننزّل النّاس منازلهم ))
“Rasulullah SAW memerintahkan kami untuk memposisikan orang sesuai kedudukannya.” (HR. Abu Daud dalam Sunan-nya dan Bazar dalam Musnad-nya)[2]
Al-Hakim Abu Abdillah dalam ‘Ulumul Hadits mengomentari: hadits ini shahih.
Diriwayatkan dari Jabir ra bahwasanya Nabi SAW menyatukan dua orang dari korban terbunuh pada perng Uhud, kemudian beliau bertanya: “Manakah di antara keduanya yang lebih banyak hapalan Al-Qur’an?” jika telah ditunjukkan salah satu dari keduannya, beliau-pun menempatkan terlebih dahulu di liang lahad. (HR. Bukhari)[3]
Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, dari Rasulullah SAW, belaiu bersabda:
(( أنّ الله عزّ وجلّ قال: من أذى لي وليّا فقد أذنني بالحرب ))
“Bahwasannya Allah SWT berfirman: ‘Siapa saja yang menyakiti wali-Ku, maka ia telah mengumumkan perang terhadap-Ku.” (HR. Bukhari)[4]
Diriwayatkan secara shaahih dalam Shahihain dari Nabi SAW bahwa belaiu bersabda:
(( من صلّى الصّبح فهو في ذمّة الله تعالى، فلا يطلبنّكم الله تعالى بشيئ من ذمّته ))
“Barang siapa yang mengerjakan shalat subuh berarti ia masuk dalam jaminan Allah, jangan sampai Allah menuntut kalian terkait jaminan-Nya.”[5]
Yang mulia Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi’i rahimahumallah berkata: “Jika para ulama’ bukan wali Allah maka Allah tidak memiliki seorang wali pun.”
Imam Al-Hafidz Abu Qasim bin Asakir rahimahullah berkata:
“Ketahuilah wahai saudaraku, semoga Allah memberi kami dan juga anda taufik pada yang diridhai-Nya dan juga menjadikan kita termasuk orang yang takut dan bertakwa kepada-Nya dengan sebenar-benarnya takwa, ‘bahwa daging para ulama’ itu beracun. Kebiasaan Allah membeberkan aib orang yang mencela ulama’ juga telah mafhum. Dan ketauhilah bahwa siapa saja yang melontarkan fitnah terhadap ulama’ sebelum kematiannya, maka ia akan mendapat bala’/bencana berupa matinya hati, ‘… maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul-Nya takut akan mendapat cobaan atau ditimpa adzab yang pedih.” (An-Nur [24]: 63)
Footnote
[1] HR. Abu Daud dalam Al-Adab (V/174) no. 4843; Baihaqi dalam Al-Madkhal (644), Asy-Syu’ab (II/550) no. 2685, serta Imam Baghawi dalam Syarhus Sunnah (XIII/42); semuanya meriwayatkan dari jalur Abdullah bin Hamran dari Auf bin Abu Jamilah dari Ziyad bin Mihraq dari Abu Kinanah dari Abu Musa Al-Asy’ari secara Ma’ruf.
[2] HR. Abu Daud dalam Al-Adab (V/173) no. 4843; Abu Nu’aim (IV/379).
[3] HR. Bukhari dalam Al-Jana’iz (III/209) no. 1343 dan ia beberapa tempat dalam shahih-nya; Abu Daud dalam Al-Jana’iz (III/501) no. 3138; Nasa’i dalam Al-Jana’iz bab Tarkus Shalah ‘alays Syuhada’ (IV/62); Tirmidzi (III/354) no. 1036; Ibnu Majah no. 1514; Abd bin Humaid (1119), dan masih banyak ulama’ hadits yang meriwayatkannya.
[4] HR. Bukhari dalam Ar-Riqaq (XI/340-341) no. 6502; Ibnu Hiban (347); serta Baihaqi (III/346), (X/219), dan (1029-1031).
[5] Hadits ini tidak terdapat dalam Shahihain sebagaimana dikatakan oleh Imam Nawawi, namun hadits ini hanya terdapat dalam riwayat Imam Muslim saja: HR. Imam Muslim (I/454-455) no. 657; Imam Tirmidzi (I/434) no. 222; Imam Ahmad (I/312, 313).