Keshahihan Dalil Shalat Trawih 20 Rakaat
Istilah Sunnah
Perlu diketahui bahwa ketika kata sunnah dipakai itu tidak hanya sunnah dari Rasulullah SAW, tetapi juga sunnah dari empat khalifah Rasulullah SAW. Hal ini di ambil dari hadits Rasulullah SAW, yaitu:
“Peganglah kuat-kuat sunnahku dan sunnah khulafaurrsyidin. (HR. Abud Dawud, Tirmidzi, Sunan Darimi, dan Ibnu Majah).
قال اوصيكم بتقوى الله، والسّمع والطّاعة وان عبد حبشيّ فانّه من يعش منكم يرى اختلافا كثيرا، وايّاكم ومحدثات الامور، فانّها ضلالة فمن ادرك ذلك منكم فعليه بسنّتي وسنّة الخلفاء الرّاشدين المهديّين عضوّا عليها بالنّواجذ. (ضحيفة 18)
Rasulullah SAW bersabda, “Aku wasiatkan kepada kalian untuk selalu bertaqwa kepada Allah, mendengarkan dan taat kepada pemimpin kalian meskipun dia seorang budak Habasyi. Sebab, siapa saja di antara kalian yang hidup (setelahku) akan melihat perselisihan yang banyak. Jauhilah oleh kalian perkara-perkara baru yang dibuat-buat dalam masalah agama (bid’ah) karena ia adalah kesesatan. Siapa saja di antara kalian yang menemui hal itu, hendaklah kalian berpegang teguh kepada sunnahku dan sunnah Khulafaurrasyidin yang mendapat petunjuk. Gigitlah sunnah itu dengan gigi geraham (pegang teguh sebagai pedoman)” (Abu Dawud: 2676)[1]
Hadits ini secara jelas menandakan bahwa umat Islam juga meneladani perkataan dan perbuatan khulaafa. Beberapa ulama seperti Syaikh Abdul Ghani Muhaddits Dhelwi memperuas bahwa kata khulafa adalah umum dan menunjuk kepada orang-orang yang mengikuti jalan Rasulullah SAW, empat Imam dan khalifah Umar Ibn Abdil Aziz. (Inhajul Hajah, hal. 5).
Hadits di atas juga secra jelas dapat dijelaskan bahwa sebagaimana wajib mengikuti sunnah Rasulullah SAW juga perlu mengikuti mengikuti atau mengadopsi jalan yang ditempuh oleh khulafahurrasyidin. Dan pendapat para ulama, bahkan yang ditempuh para mujtahid pun harus diikuti. Perlu dikatahui bahwa semua khulafa dan mujtahid tidak mengerjakan (shalat terawih) kurang dari 20 rakaat. Sehingga mengerjakannya kurang dari 20 rakaat adalah berselisih dengan sunnah khulafa.
Syaikh Badrudin Aini (w 855 H) berkata dalam tafsirnya tentang hidayah:
Tidak ada keraguan bahwa pahala diperoleh jika mengikuti Abu Bakar dan Umar Ibn Khathab ra dan seseorang akan mendapat dosa jika tidak mengikutinya, karena kita diperintahkan oleh Rasulullah SAW untuk mematuhi mereka. Rasulullah SAW bersabda: “Ikuti keduanya setelah aku yaitu Abu Bakar dan Umar”. Jadi contoh jalan mereka adalah wajib kita ikuti dan jika menolaknya harus dicela dan dihukum. (Majmuatul Fataawa, vol. 1, hal. 215)
حدّثنا الحسن بن الصّبّاح البزّار حدّثنا سفيان بن عيينة عن زاعدة عن عبد الملك بن عمير عن ربعيّ وهو ابن حراش عن حذيفة قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلّم “اقتدوا بالّلذين من بعدي أبي بكر وعمر” وفي الباب عن ابن مسعود. )صحيفة 20(
Al-Hasan bin Ash-Shabbah Al-Bazzar menyampaikan kepada kami dari Sufyan bin Uyainah, dari Zaidah, dari Abdul Malik bin Umairi dari Rib’iyin Hirasy, dari Hudzaifah bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Ikutilah dua orang sepeninggalku yaitu Abu Bakar dan Umar.” Terkait dengan bab ini ada pula riwayat Ibnu Mas’ud. (Tirmidzi 3662 [6])
Kamaluddin Ibn Humam (869 H) menuliskan dalam Tahrirul Usul: Ulama-ulama Hanafi membagi azimah menjadi 3 bagian, yaitu:
- Fardlu – yang mana kewajibannya adalah mutlak
- Wajib – yang mana kewajibannya adalah sangat mungkin
- Sunnah – cara yang diadopsi dari baginda Rasul SAW, dan Khulafaurrasyidin atau salah satu dari mereka.
Ditunjukkan pada masa Tabi’in, Hussami mencatat bahwa istilah sunnah merujuk pada perkataan/perbuatan Rasulullah atau Khulafaurrasyidin. Pendeknya, istilah sunnah adalah berlaku umum, merujuk pada sunnah Rasul SAW dan sunnah Khulafaurrasyidin. Dan perlu diketahui bahwa sunnah khulafaurrasyidin adalah 20 rakaat terawih. Tidak ada di antara mereka yang mengerjakannya kurang dari itu. Mereka yakin bahwa itu adalah petunjuk dari Rasulullah SAW untuk bersembahyang (shalat) lebih di bulan Ramadhan.
Daftar Pustaka
[1] Abu Dawud, Ensiklopedia Hadits 5 Abu Dawud, (Almahira, 2012).