Fiqih Shalat Gerhana Menurut Para Ulama
Sudah lama dosenmuslim.com tidak berbagi Ilmu. Sudah lapar ilmu kelihatannya nih teman-teman. Oke, pada kesempatan kali ini dosenmuslim.com akan berbagi ilmu kepada teman-teman semua tentang Fiqih Shalat Gerhana Menurut Para Ulama dan yang pasti referensinya dapat dipertanggung jawabkan oke đ
Langsung saja mari kita pelajari ilmu tersebut di bawah ini đ
Sejarah Pandangan Manusia Terhadap Gerhana
- Di negeri Cina, dahulu orang percaya bahwa gerhana terjadi karena seekor naga langit membanjiri sungai dengan darah lalu menelannya. Itu sebabnya orang Cina menyebut gerhana sebagai âchihâ yang artinya âmemakanâ.
- Di Jepang, dahulu orang percaya bahwa gerhana terjadi karena ada racun yang disebarkan ke bumi. Untuk menghindari air di bumi terkontaminasi oleh racun tersebut, maka orang-orang menutupi sumur-sumur mereka
- Di Indonesia, khususnya Jawa, dahulu orang-orang menganggap bahwa gerhana bulan terjadi karena Batara Kala alias raksasa jahat, memakan bulan. Mereka kemudian beramai-ramai memukul kentongan pada saat gerhana untuk menakut-nakuti dan mengusir Batara Kala.
- Bagi orang-orang suku Quraisy Arab dahulu, gerhana bulan dikaitkan dengan kejadian-kejadian tertentu, seperti adanya kematian atau kelahiran seseorang.
Di zaman Rasulullah pun, ketika terjadi gerhana matahari yang bersamaan dengan meninggalnya putra Rasul yang bernama Ibrahim, sebagian orang masih menganggap terjadinya gerhana itu karena kematian putra beliau.
Semua kepercayaan itu tak lain adalah mitos atau takhayul yang karena pengetahuan masyarakat tentang alam, khusunya bumi, matahari dan rembulan belum cukup memadai. Sebagian dari mereka bahkan masih memgang kepercayaan yang disebut animisme dan dinamisme. Lalu bagaimanakah Islam memandang fenomena gerhana ini???
Respon Islam Atas Pristiwa Gerhana
Kepercayaan-ke[ercayaan yang disebutkan sebelum ini diluruskan oleh Rasulullah SAW. Dalam Islam, gerhana bulan atau matahari adalah bentuk keagungan Allah SWT sebagai Maha Pencipta, sebagaimana yang disabdakan Rasulullah SAW yang artinya:
âSesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda di antara tanda-tanda Allah. Gerhana ini tidak terjadi karena kematian seseorang atau lahirnya seseorang. Jika kalian melihat gerhana tersebut, maka lakukanlah shalat gerhana.â (Shahih Bukhari, 1042).
Rasulullah juga bersabda di hadits lain yang artinya:
âSesungguhnya matahari dan bulan tidak mengalami gerhana karena terkait kematian seseorang atau lahirnya seseorang. Jika kalian melihat gerhana tersebut, maka berdzikirlah, bertakbirlah, lakukanlah shalat dan bersedekahlah.â (Shahih Bukhari, 1044).
Hukum Melaksanakan Shalat Gerhana
- Mayoritas ulama’ Sunnah Muakkadah
- Madzhab Hanafi dan Maliki : Sunnah Mandubah untuk gerhana bulan dan sunnah muakkadah untuk gerhana matahari.
- Sebagian Ulama : Fardlu Kifayah
Shalat gerhana baru disyariatkan 6 tahun 2 bulan setelah Isra’ dan Miâraj. Shalat gerhana disyariatkan pertama kali pada tahun ke-4 hijrah, yakni ketika terjadi gerhana bulan total pada malam Rabu 14 Jumadal Akhirah 4 H, bertepatan dengan 20 November 625 M.
Sejak disyariatkannya shalat gerhana, 14 Jumadal Akhirah 4 H/20 November 625 M sampai Rasulullah wafat pada hari Senin, 14 Rabiâul Awal 11 H/8 Juni 632 M terjadi 3 kali gerhana matahari dan 5 kali gerhana bulan. Menurut riwayat, Rasulullah wafat tanggal 12 Rabiâul Awal. Lebih detalinya gerhana yang terjadi dalam kurun waktu tersebut berdasarkan perhitungan hisab tadqiqi, lihat tabel berikut:
GERHANA MATAHARI DAN BULAN SEJAK DISYARI’ATKANNYA SHOLAT GERHANA
14 Jumadal Akhiroh 4 H./20 Number 625 M. sampai 14 RobPul Awl 11 H,/3 Juni 632 M
TANGGAL | HARI/PASAR | JENIS GERHANA | AWAL GERHANA | AWAL TOTAL | AKHIR TOTAL | AKHIR GERHANA | DURASI GERHANA | DURASI TOTAL | % |
14 Jumadil Akhir 4 H/20-11-625 | Rau Wage | Bulan T | 00-50-48 | 01-52-15 | 03-30-26 | 04:31:53 | 03:41:04 | 01:33:11 | 100% |
11 Dzul Hijjah 4 H/17-12-626 | Sabtu Pahing | Bulan P | 03-24-59 | 06:44:44 | 03:19:45 | 95% | |||
29 Dzul Qa’dah 5 H/21-04-627 | Selasa Legi | Matahari T | 10-32-04 | 11:21:39 | 00:49:35 | 5% | |||
14 Dzul Qo’dah 6 H/25-03-628 | Jum’at Kliwon | Bulan P | 17-31-00 | 19:38:01 | 02:07:01 | 31% | |||
29 Jumadil Ula 6 H/03-10-628 | Senin Pahing | Matahari C | 05-58-37 | 06:57:42 | 00:59:05 | 12% | |||
14 Dzul Qo’dah 7 H/15-03-629 | Rabu Kliwon | Bulan T | 01-12-43 | 02-11-48 | 03-52-20 | 04:51:25 | 03:38:42 | 01:40:31 | 100% |
15 Dzul Qo’dah 8 H/04-03-630 | Ahad Wage | Bulan P | 16-09-51 | 18:52:39 | 02:42:47 | 68% | |||
29 Syawwal 10 H/27-01-632 | Senin Pon | Matahari C | 07-15-20 | 09:53:40 | 02:38:20 | 82% | |||
Kolom yang berwarna biru berarti bulan atau matahari di bawah ufuq
Sejak disyari’atkannya shalat gerhana sampai beliau bawat, Rasulullah SAW melakukan shalat gerhana hanya 2 kali yaitu:
- Saat gerhanabulan total,14 Jumadal Akhirah 4 H yang bertepatan dengan 20 November 625 M;
- Saat gerhana matahari, 29 Syawal 10 H yang bertepatan dengan 27 Januari 632 M. Namun di dalam kitab Syarah Shahihul Bukhari Li ibni al- Baththal disebutkan bahwa Rasulullah shalat gerhana beberapa kali.
padahal setelah disyariatkannya shalat gerhana, menurut hisab masih terjadi 4 kali gerhana bulan dan 3 kali gerhan matahari.
Dari penelusuran hisab, sejak tahun 8 (tahun lahirnya sayyid Ibrohim) sampai 10 hijriyah hanya terjadi satu kali gerhana matahari, yaitu gerhana cincin yang terjadi pada hari Senin, 29 Syawal 10 H, bertepatan dengan 27 Januari 632 M, terjadi pada pagi hari jam 07:15 dan berakhir pada jam 09:53. waktu Madinah. Dengan demikian maka kemungkinan besar wafatnya sayyid Ibrohim adalah malam Senin, 29 Syawwal 10 H.
Refensi : http://www.nu.or.id/post/read/66061/penjelasan-seputar-sejarah- dan-fiqih-gerhana
Lalu bagaimana dengan riwayat yang menyebutkan terjadi pada tanggal 10 Rabi’ul Awal 10 Hijriyah?
Riwayat tersebut tidaklah salah karena saat itu masyarakat Arab belum mempunyai kalender baku yang menjadi patokan syarâi secara umum. Saat itu sistem kalender masih sering berubah, kabilah Arab seringkali menambah atau mengurangi bilangan bulan dalam setahun untuk kepentingan perang, kadang dalam setahun ada 13 bulan. Kalender qomariyah mulai tertib setelah nabi menyampaikan ayat ke 36 surat At-Taubah pada waktu khutbah hari Tasyrik di Mina.
Tata Cara Shalat Gerhana
Dari Aisyah Radliyallahu ‘Anhaa, :
âTerjadi gerhana matahari pada saat Nabi shallallahu âalaihi wa sallam masih hidup, kemudian Beliau keluar menuju masjid untuk melaksanakan sholat, dan para sahabat berdiri dibelakang Beliau membuat barisan shof sholat, lalu Beliau bertakbir dan membaca surat yang panjang, kemudian bertakbir dan rukuâ dengan rukuâ yang lama, lalu bangun dan mengucapkan : âsamiâallahu liman hamidahâ. Kemudian bangkit dari rukuâ dan tidak dilanjutkan dengan sujud, lalu membaca lagi dengan surat yang panjang yang bacaannya lebih singkat dari bacaan yang pertama tadi. Kemudian bertakbir, lantas rukuâ sambil memanjangkannya, yang panjangnya lebih pendek dari rukuâ yang pertama. Lalu mengucapkan : âsamiâallahu liman hamidah, Rabbanaa wa lakal hamdâ, kemudian sujud. Beliau melakukan pada rakaâat yang terakhir seperti itu pula maka sempurnalah empat kali rukuâ pada empat kali sujudâ (HR. Bukhori no. 1046, Muslim no. 2129)
- Niat
- Takbiratul Ihram dengan mengucapkan Allahu Akbar (Mengangkat tangan Sunnah)
- Membaca Do’a iftitah
- Membaca Surat Al Fatihah di lanjutkan dengan surat yang panjang
- Kemudian ruku’ (pertama) dengan memanjangkan ruku’nya
- Kemudian I’tidal (bangkit dari ruku’) dengan mengucapkan sami’allahu liman hamidah, rabbanaa walakal hamd
- Kemudian dilanjutkan dengan membaca surat Al Fatihah lagi dan dilanjut dengan surat yang panjang tapi tidak sepanjang surat yang awal tadi
- Kemudian ruku’ kembali (kedua) yang panjangnya lebih pendek dari ruku’ yang pertama
- Kemudian I’tidal (bangkit dari ruku’) dengan mengucapkan sami’allahu liman hamidah, rabbanaa walakal hamd
- Kemudian melakukan dua kali sujud dengan memanjangkannya, diantara keduanya melakukan duduk antara dua sujud sambil memanjangkannya.
- Kemudian bangkit dari sujud lalu mengerjakan rakaâat kedua sebagaimana rakaâat pertama hanya saja bacaan dan gerakan-gerakannya lebih singkat dari raka’at pertama.
- Tasyahud atau membaca at-tahiyyat dengan duduk tahiyyat akhir, kemudian Salam.
Intinya, shalat gerhana bulan dan matahari itu 2 raka’at dan pada setiap raka’at terdapat 2 rukuk dan 2 sujud
(Kitab al-Mughni karya Ibnu Qudamah, Juz. 3 Hal. 313, dan al-Majmuâ karya Imam Nawawi, Juz. 5 Hal. 48)
Sedangkan Madzhab Hanafi berpendapat shalat gerhana sama seperti shalat biasa
Hukum dan Jumlah Khutbah Setelah Shalat Gerhana
- TIDAK SUNNAH : Madzhab Hanafi, Maliki & salah satu pendapat Imam Ahmad (Kitab al-Mughni, Juz. 2, Hal. 144) . Madzhab Maliki menganjurkan adanya nasehat setelah shalat (Kiatab Bulghatus Salik, Juz. 1 Hal. 350)
- SUNNAH 2 kali khutbah : Madzhab Syafiâi (Kitab al-Umm, Juz. 1 Hal. 280)
- SUNNAH 1 kali : Sebagian pendapat dalam madzhab Hanbali (kitab al-Inshaf, Juz.2 Hal. 448)
Al Haafidz Al Allaamah Imam An-Nawawi ulama’ termasyhur dari kalangan madzhab Syafi’i ketika menyebutkan pendapat yang menganjurkan khutbah, beliau mengatakan;
“Ini merupakan pendapat mayoritas ulama dan dikutip oleh imam Ibnul Mundzir dari mayoritas ulama.” (al-Majmuâ, Juz. 5 Hal. 59)
Khuthbah shalat gerhana sama dengan khuthbah shalat jumâat dalam rukun dan sunahnya, sedangkan dalam syaratnya tidak sama, dalam khuthbah shalat gerhana tidak harus berdiri, menutup aurat, suci dan duduk di antara dua khuthbah. (Kitab Nihayatuz Zain, Syaikh Nawawi al- Bantani, hal. 100)
Baca juga: Hukum oral sex pada pasangan suami istri
Waktu Shalat Gerhana
- Waktu shalat gerhana berlaku ketika proses gerhana mulai terjadi hingga gerhana selesai.
- Jika gerhana telah selesai, tapi shalat gerhana belum selesai maka shalatnya dipercepat.
- Jika shalat gerhana sudah selesai tetapi gerhananya belum selesai, maka disunnahkan membaca istigfar dan pujian-pujian kepada Allah SWT.
- Jika tidak sempat shalat saat terjadi gerhana, maka tidak disunahkan melakukan qodho atasnya.
- Masuknya waktu shalat gerhana, baik gerhana bulan maupun matahari adalah sejak tertutupnya piringan bulan atau matahari.
- Batas akhir waktu shalat gerhana matahari adalah pulihnya kembali gerhana secara penuh atau terbenamnya matahari walaupun terbenam masih dalam keadaan gerhana. sedangkan batas akhir gerhana bulan adalah pulihnya kembali gerhana secara penuh atau terbitnya matahari walaupun bulan masih dalam keadaan gerhana.
- Menurut imam Syafi’I dan imam Malik, shalat gerhana boleh dilakukan pada waktu-waktu makruh, karena termasuk shalat yang ada sebabnya. Menurut imam Hanafi dan Imam Ahmad tidak boleh, namun cukup dengan membaca tasbih sebagai gantinya.
Gerhana Tertutup Mendung
Imam Ibnu Hajar Al-Haitami di dalam kitabnya Tuhfatul Muhtaj terkait shalat gerhana mengatakan:
- Jika bulan atau matahari terhalang oleh mendung sebelum gerhana terlihat tetapi menurut ahli hisab terjadi gerhana maka tidak sunnah shalat gerhana, karena hukum asalnya tidak terjadinya gerhana.
- Jika bulan atau matahari terlihat gerhana lalu kemudian mendung dan bimbang gerhana sudah selesai atau belum walaupun menurut ahli hisab gerhana sudah selesai maka tetep sunnah shalat gerhana karena hukum asalnya terlihatnya gerhana.
- Tidak ada tempat bagi ahli hisab dalam hal ini, yakni tidak boleh berdasarkan hisab semata walaupun hisab yang qothâi sekalipun.
Baca Juga: Gerhana Bulan dan Supermoon Berlaku di Arab Saudi
Makmum Masbuq
- Madzhab Maliki: Makmum terhitung mendapat raka’at jika makmum bisa mendapati rukuk yang ke 2 bersama imam dengan Thoma’ninah. Walupun itu tidak mendapati rukuk yang pertama bersama imam tetap terhitung mendapatkan raka’at, karena rukuk dan berdiri yang pertama adalah sunnah.
- Menurut madzhab Syafiâi dan Hambali : Makmum terhitung dapat rokaâat jika makmum bisa mendapati rukuk yang pertama bersama imam dengan thumaâninah, sehingga jika hanya mendapati imam di dalam rukuk yang kedua saja maka tidak terhitung mendapat rokaat bersama imam.