Tafsir Tarbawi QS. Al-Alaq Ayat 1-5

Diposting pada

Tafsir al-Qur’an surah al-Alaq: 1-5

Surah al-Alaq merupakan surah yang pertama kali diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad SAW. Didalam Surah ini terdapat banyak mutiara ilmu yang menakjubkan. Diantara faidah yang terdapat dalam surah ini adalah pentingnya membaca. Berikut ini akan dibahas tentang tafsir dari surah tersebut dengan ringkas, namun padat.

اقرأباسم ربّك الّذي خلق .

“Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan”.

Kata اقرأ)) iqra terambil dari kata kerja (قرأ)qara’a yang pada mulanya berarti menghimpun. Dalam suatu riwayat dinyatakan bahwa Nabi SAW bertanya مااقرأ)) “maa iqra” apakah yang saya harus baca? Beraneka ragam pendapat ahli tafsir tentang objek bacaan yang dimaksud. Ada yang berpendapat bahwa itu wahyu-wahyu al-quran sehingga perintah itu dalam arti bacalah wahyu-wahyu al-quran ketika turun nanti. Ada yang berpendapat objeknya adalah (اسم ربّك) “ismi rabbika”sambil menilai huruf (ب)ba’ yang menyertai kata ismi adalah sisipan sehingga ia berarti bacalah nama Tuhanmu atau berzikirlah. Tapi jika demikian mengapa Nabi SAW menjawab “saya tidak dapat membaca”. Seandainya yang dimaksud adalah perintah berdzikir tentu beliau tidak menjawab demikian karena jauh sebelum wahyu datang beliau senantiasa melakukannya. Dari sini dapat disimpulkan bahwa kata iqra’ digunakan dalam arti membaca, menelaah, menyampaikan, dan sebagainya.

Huruf (ب) ba pada kata (با سم)bismi ada yang memahaminya sebagai fungsi penyertaan atau mulabasah sehingga dengan demikian ayat tersebut berarti bacalah disertai dengan nama Tuhanmu. Sementara ulama memahami kalimat bismirabbika bukan dalam pengertian harfiahnya. Sudah menjadi kebiasaan masyarakat arab, sejak masa jahiliyah mengaitkan suatu pekerjaan dengan nama sesuatu yang mereka agungkan.

Kata (خلق) khalaqa memiliki sekian banyak arti antara lain menciptakan (dari tiada), menciptakan (tanpa satu contoh terlebih dahulu), mengukur, memperhalus, mengatur, membuat, dan sebagainya. Objek khalaqa pada ayat ini tidak disebutkan sehingga objeknya pun sebagaimana iqra’ bersifat umum dengan demikian, allah adalah pencipta semua makhluk.[1]


Diriwayatkan dari ‘Aisyah (ummul mukminin), ia berkata: Maka datanglah Malaikat Jibril, ia berkata:”Bacalah”. Rasulullah menjawab,”Aku tidak dapat membaca”. Malaikat Jibril tersebut memegangku dan mendekapku hingga aku merasa kepayahan, kemudian ia melepaskanku. Lalu berkata, “Bacalah”. Rasulullah menjawab,”Aku tidak dapat membaca”. Malaikat Jibril kembali memegangku dan mendekapku untuk yang kedua kalinya hingga aku merasa kepayahan, kemudian ia melepaskanku. Lalu berkata, “Bacalah”. Rasulullah menjawab,”Aku tidak dapat membaca”. Malaikat Jibril kembali memegangku dan mendekapku untuk yang ketiga kalinya hingga aku merasa kepayahan, kemudian ia melepaskannku. Lalu berkata,”Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmulah Yang Maha Mulia.[2]


خلق الاءنسان من علق.

“Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah”.

Kata (انسان)insan atau manusia terambil dari akar kata (انس) uns atau senang, jinak, dan harmonis atau dari kata (نسي)nis-y yang berarti lupa. Ada juga yang berpendapat berasal dari kata نوس ) ) naus yakni gerak atau dinamika. Kata insan menggambarkan manusia dengan berbagai keragaman sifatnya.

Kata (علق)‘alaq dalam kamus bahasa arab berarti segumpal darah dalam arti cacing yang terdapat didalam air bila diminum oleh binatang maka ia tersangkut ke krongkongannya tetapi ada yang memahaminya dalam arti sesuatu yang tergantung didinding rahim. Karena para pakar embriologi menyatakan bahwa setelah terjadinya pertemuan antara sperma dan induk telur ia berproses dan membelah menjadi dua, kemudian empat, kemudian delapan, demikian seterusnya sambil bergerak menuju kekantong kehamilan dan melekat berdempet serta masuk kedinding rahim.


اقرأ وربّك الأكرم.

“Bacalah, dan Tuhanmu lah Yang Maha Mulia”.

Ayat diatas memerintahkan membaca dengan menyampaikan janji Allah diatas manfaat membaca itu. Menurut syaikh Muhammad ‘Abduh mengemukakan kemampuan membaca dengan lancar dan baik tidak dapat diperoleh tanpa mengulang-ulangi atau melatih diri secara teratur, hanya saja keharusan latihan demikian itu tidak berlaku atas diri Nabi Muhammad SAW.

Kata (الأكرم)al-akram biasa diterjemahkan dengan yang maha atau paling pemurah atau semulia-mulia. Kata ini terambil dari kata (كرم)karama yang berarti memberikan dengan mudah dan tanpa pamrih, bernilai tinggi, mulia, setia, dan kebangsawanan.


الّذي علّم بالقلم.

Yang mengajar (manusia) dengan pena”

علّم الانسان مالم يعلم

“Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya”.

Kata (القلم)al-qalam terambil dari kata kerja (قلم)qalama yang berarti pemotong ujung sesuatu. Kata qalam berarti hasil dari penggunaan alat-alat tersebut yakni tulisan. Makna tersebut dikuatkan oleh firman Allah dalam al-quran ayat 1 yakni firmannya: Nun demi qalam dan apa yang mereka tulis. Dari segi masa turunnya kedua kata qalam tersebut berkaitan erat bahkan bersambung walaupun urutan penulisannya dalam mushaf tidak demikian.

Pada ayat diatas dinamai ihtibak maksudnya adalah tidak disebutkan sesuatu keterangan, yang sewajarnya ada pada dua susunan kalimat yang bergandengan, karena keterangan yang dimaksud sudah disebut pada kalimat yang lain. Pada ayat 4, kata manusia tidak disebut karena telah disebut pada ayat 5, dan pada ayat 5 kalimat tanpa pena tidak disebut karena pada ayat 4 telah diisyaratkan makna itu dengan disebutnya pena. Dengan demikian, kedua ayat diatas bearti “Dia (Allah) mengajarkan dengan pena (tulisan) (hal-hal yang telah diketahui manusia sebelumnya) dan Dia mengajarkan manusia (tanpa pena) apa yang belum diketahui sebelumnya.

Dari uraian diatas, kedua ayat tersebut menjelaskan dua cara yang ditempuh Allah SWT. Dalam mengajarkan manusia. Pertama melalui pena (tulisan) yang harus dibaca oleh manusia dan yang kedua melalui pengajaran secara langsung tanpa alat. Cara yang kedua ini dikenal dengan istilah ‘ilm Ladunniy.[3]


Referensi

[1] M.Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah (Kairo: Lentera Hati, 2009), hlm. 392
[2] Lihat Ibnu Katsir, HR. Bukhari Jus 1:3, Lafazh miliknya dan Muslim Jus 1:160. pdf. Dikutip pada hari Jum’at, 18 November 2016, pukul 10.39 WIB.
[3] M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah…hlm. 393