Tanda-tanda Mental yang Sehat
Pada kesempatan kali ini penulis akan membahas tentang Tanda-tanda Mental yang Sehat, yang mana di dalamnya juga dicantumkan referensinya.
Tanda-tanda Mental yang Sehat
Dari Word Health Organization (WHO) “Bagian Jiwa” telah menetapkan ciri-ciri Mental Health seseorang. Adapun ciri-ciri mental sehat tersebut adalah:
- Adjustment (Penyesuaian diri).
- Integrated Personality (Kepribadian utuh/kokoh).
- Free of the Senses of Frustration, Confict, Anxiety, and Depression (Bebas dari rasa gagal, pertentangan batin, kecemasan dan tekanan).
- Normatif, semua sikap dan tingkah laku yang dilahirkannya tidak ada yang lolos dari jaringan Niai/Adat/Agama/Peraturan/UU.
- Responsibility (Bertanggung Jawab).
- Maturity (Kematangan), terdapatnya kematangan dalam melakukan suatu sikap dan tingkah laku-tingkah laku itu dijalankan penuh pertimbangan.
- Otonomi (Berdiri Sendiri), selalu bersifat mandiri atas segala tugas- tugas atau kewajiban yang menjadi bebannya, tanpa suka memikul bebannya kepada orang lain dalam kondisi yang tidak terpaksa.
- Well Decision Making (Pengambil Keputusan yang Baik).[1]
Baca juga: Prinsip-prinsip Kesehatan Mental
Sedangkan di dalam bukunya Dadang Hawari, kriteria jiwa atau mental yang sehat adalah:
- Dapat menyesuaikan diri secara konstruktif pada kenyataan, meskipun kenyataan itu buruk baginya.
- Memperoleh kepuasan dari hasil jerih payah usahanya.
- Merasa lebih puas memberi daripada menerima.
- Secara relatif bebas dari rasa tegang dan cemas.
- Berhubungan dengan orang secara tolong-menolong dan saling memuaskan.
- Menerima kekecewaan untuk dipakainya sehingga sebagai pelajaran untuk dikemudian hari.
- Menjuruskan rasa permusuhan lepada penyelesaian yang kreatif dan konstruktif.
- Mempunyai rasa kasih sayang yang besar.[2]
Sedangkan di dalam bukunya Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, tanda- tanda kesehatan mental adalah “adanya perasaan cinta. Cinta dianggap sebagai tanda kesehatan mental sebab cinta menunjukkan diri positif. Cinta mendorong individu untuk hidup berdamai, rukun, saling kasih-mengasih, dan menjauhkan dari kebencian, dendam, permusuhan, dan pertikaian”.[3]
Jika dilihat dari pendapat para ahli yang dijelaskan di atas, nampak saling melengkapi antara satu dengan yang lainnya. Tetapi penulis memilih pendapat dari Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir karena dengan adanya rasa cinta di antara manusia, maka akan timbul rasa saling menyayangi, perdamaian, saling menghormati sesama manusia. Sehingga tidak ada rasa dendam ataupun iri hati yang bisa menyebabkan seseorang tertekan perasaannya karena di benci oleh orang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Djumhur, I., & Mohammad Surya, Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah, Bandung: CV. Ilmu, tt
Hallen, Bimbingan dan Konseling dalam Islam, Jakarta: Ciputat Pers, 2002, Cet. I
Hawari, Dadang, Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, Jakarta: Dana Bhakti Prima Yasa, 1996
Mujib, Abdul, & Jusuf Mudzakir, Nuansa-nuansa Psikologi Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada: 2002), Cet II
Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007
Tumanggor, Rusmin, Ilmu Jiwa Agama, Depok: Ulinnuha, 2002
Usman, Husaini, & Purnomo Setiady Akbar, Metodologi Penelitian Sosial, Jakarta: Bumi Aksara, 1998, Cet. II
Winkel, W.S, & M.M Sri Hastuti, Bimbingan dan Konseling di Institut Pendidikan, Yogyakarta: Media Abadi, 2004, Cet. III
Yusuf, Syamsu, & A. Juntika Nurihsan, Landasan Bimbingan dan Konseling, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006, Cet. II
Refrensi Buku
[1] Rusmin Tumanggor, Ilmu Jiwa Agama, (Depok: Ulinnuha, 2002), hal. 76-84.
[2] Dadang Hawari, Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, (Jakarta: Dana Bhakti Prima Yasa, 1996), hal. 12.
[3] Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, Nuansa-nuansa Psikologi Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), Cet II, hal. 148.