Aliran Murji’ah

Diposting pada

Aliran Murji’ah

Nama Murji’ah diambil dari kata “irja” atau “arja’a” yang bermakna penundaan, penangguhan, dan penghargaan. Kata “arja’a” mengandung pula arti memberi penghargaan, yakni memberi harapan kepada pelaku dosa besar untuk memperoleh pengampunan dan rahmat Allah SWT. Selian itu “arja’a” berarti pula meletakkan di belakang atau mengemudikan, yaitu orang yang mengemudikan amal dari iman. Oleh karena itu, Murji’ah artinya orang yang menunda penjelasan kedudukan seseorang yang bersengketa, yakni ‘Ali dan Mu’awiyah serta pasukannya masing-masing, ke hari kiamat kelak.[1]

Berkaitan dengan doktrin-doktrin teologi Murji’ah, Harun Nasution menyebutkan empat ajaran pokoknya, yaitu:

  1. Menunda hukuman atas ‘Ali, Mu’awiyah, Amr bin ‘Ash, dan Abu Musa Al-Asy’ariyang terlibat tahkim kepada Allah pada hari kiamat kelak.
  2. Menyerahkan keputusan kepada Allah atas orang muslim yang berdosa besar.
  3. Meletakkan pentingnya iman lebih utama dari pada amal.
  4. Memberikan penghargaan kepada muslim yang berdosa besar untuk memperoleh ampunan dan rahmat dari Allah SWT.[2]

Sementara itu, Abu ‘A’la Al-Maududi menyebutkan dua doktrin pokok ajaran Murji’ah, yaitu:

  1. Iman adalah cukup dengan percaya kepada Allah dan RasulNya saja. Adapun amal atauu perbuatan tidak merupakan suatu keharusan bagi adanya iman. Berdasarkan hal ini, seseorang tetap dianggap mukmin walaupun meninggalkan apa yang difardlukan kepadanya dan melakukan perbuatan-perbuatan dosa besar.
  2. Dasar keselamatan adalah iman semata. Selama masih ada iman dihati, setiap maksiat tidak dapat mendatangkan madharat ataupun gangguan atas seseorangan. Untuk mendapatkan pengampunan, manusia cukup hanya dengan menjauhkan diri dari syirik dan mati dalam akidah tauhid. [3]

Referensi

[1] Rosihon Anwar, Akidah Akhlak, (Bandung: Pustaka Setia, 2014), cet. Ke-2, hal. 50-51.
[2] Ibid, hal. 51-52.
[3] Ibid, hal. 52.