Aliran Khawarij

Diposting pada

Aliran Khawarij

Kata “Khawarij” secara etimologi bersal dari bahasa Arab “Kharaja” yang berarti keluar, muncul, timbul, atau memberontak. Berkenaan dengan pengertian etimologis ini, Syahrastani menyebut orang yang memberontak imam yang sah sebagai Khawarij. Berdasarkan pengertian etimologi ini pula, Khawarij berarti setiap muslim yang memiliki sikap laten ingin keluar dari kesatuan umat Islam.[1]

Adapun yang dimaksud dengan Khawarij dalam terminologi ilmu akidah adalah suatu sakte kelompok atau aliran pengikut ‘Ali bin ‘Abi Thalib yang keluar meninggalkan barisan karena tidak sepakat terhadap ‘Ali yang menerima arbitrase (tahkim) dalam perang siffin pada tahun 37 H/648 M dengan kelompok bughat (pemberontak) Mu’awiyah bin Abi Sufyan perihal persengketaan Khilafah.

Kelompok Khawarij pada mulanya memandang Ali dan pasukannya berada dipihak yang benar karena Ali merupakan Khalifah sah yang telah dibai’at mayoritas umat Islam, sementara mu’awiyah berada dipihak yang salah karena memberontak kepada Khalifah yang sah. Lagi pula, berdasarkan estimasi Khawarij, pihak Ali hmapir memperoleh kemenangan pada peperangan itu, tetapi karena Ali menerima tipu daya licik ajakan damai Mu’awiyah, kemenangan yang hampir diraih itu menjadi raib (hangus).[2]


Pemahaman-pemahaman Khawarij

Sebagai kelompok yang telah terorganisasi dengan rapi dan memliki daerah kekuasaan tertentu, mereka juga memiliki pemahaman tertentu dalam masalah keyakinan, sebagai berikut;

1. Persoalan Khalifah dan Sahabat Besar

Kaum Khawarij mengakui Khalifah Abu Bakar, Umar, dan separuh zaman dari Khalifah Ustman bin ‘Affan. Pengangkatan ketiga Khalifah itu sah sebab sudah dilakukan dengan “Syura” (dengan musyawarah ahlul halli wal ‘aqdi). Kepercayaan ini sama dengan kepercayaan kelompok Asy’ariyah. Akan tetapi, separuh terakhir dari masa kekhalifahan Ustman, tidak mereka akui lagi karena Ustman “menyeleweng”. Begitu juga, Khalifah ‘Ali. Mulanya pengangkatan ‘Ali sebagai khalifah dianggap sah, tetapi kemudian ‘Ali melakukan kesalahan besar, yakni menerima tahkim, dan ‘Ali menjadi kafir karenanya sehingga dianggap berdosa. [3]

Kaum Khawarij mengutuk dan mencacimaki, bahkan mengkafirkan Ummul Mukminin Siti ‘Aisyah, Thalhah, dan Zubair bin ‘Awam karena ketiganya menggerakkan perang “jamal” melawan ‘Ali. Kaum Khawarij juga menganggap kafir Abu Musa Al-Asy’ari dan ‘Amr bin ‘Ash, yang keduanya merupakan ketua delegasi tahkim.[4]

Di dalam buku Fajr Islam, hal. 258. Dikatakan bahwa salah seorang kaum Khawarij ditangkap dan dibawa ke hadapan Yazid bin Mu’awiyah, dan terjadi dialog antara keduanya:

Yazid   :Bagaimana pendapatmu tentang Abu Bakar dan Umar?

Jawab  :Mereka orang naik.

Yazid   :Bagaimana tentang Ustman bin ‘Affan?

Jawab  :Dalam enam tahun pertama, ia termasuk orang baik, tetapi enam tahun terakhir, ia menjadi kafir.

Yazid   : Bagaimana tentang Amirul Mukmini ‘Ali?

Jawab  : Saya mendukungnya sampai tahkim, kemudian saya menetangnya dan menganggapp ia kafir.

Yazid   : Bagaimana tentang Mua’wiyah?

Jawab  : ia dikutuk Tuhan, kemudian ia bersumpah habis-habisan.

Demikianlah, gambaran pandangan kaumKhawarij mengenai para sahabat besar, terutama Siti ‘Aisyah ra.

2. Label Kafir

Ciri Khusus keyakinan/paham kaum Khawarij adalah mudah menuduh “kafir” terhadap orang-orang yang tidak sepaham dengan mereka.

Nafi’ bin Azraq, yang digelari Amirul Mukmini oleh kaum Khawarij menfatwakan bahwa semua orang yang tidak sejalan dengannya adalah kafir yang halal darah, harta, dan anak istrinya.

Dalil yang mereka pakai untuk pendapat ini ialah firman Tuhan Q.S. Nuh [71]: 26-27, yang artinya, sebagai berikut:

“Dan Nuh berkata, ‘ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorang pun di antara orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi. Ssungguhnya jika Engkau biarkan mereka tinggal, niscaya mereka akan menyesatkan hamba-hambamu, dan mereka hanya akan melahirkan anak-anak yang jahat dan tidak tahu bersyukur.

3. Iman

Kaum Khawarij berpendapat bahwa yang dikatakan iman itu bukan pengakuan dalam hati dan ucapan dengan lisan saja, tetapi amal ibadah yang juga menjadi rukun iman. Menurut mereka, orang yang tidak mengerjakan shalat, puasa, zakat, dan lain-lain, ia termasuk orang kafir.

Jelasnya, bagi kaum Khawarij, semua orang mukmin yang berbuat dosa, baik dosa besar ataupun kecil, adalah kafir dan wajib siperangi serta boleh dibunuh dan dirampas hartanya.

4. Orang Sakit dan Lanjut Usia

Berkenaan dengan orang-orang sakit dan orang yang sudah lanjut usia yang tidak ikut berperang di jalan Allah, kaum Khawarij menganggao mereka sebagai orang kafir dan wajib dibunuh.

5. Dosa Besar dan Kecil

Kaum Khawarij menyatakan bahwa semua dosa itu sama, tidak ada yang kecil atau besar. Semua kedurhakaan kepada Tuhan termasuk dosa besar, dan tidak ada yang kecul.

6. Anaka-anak Orang Kafir

Menurut Fatwa kaum Khawarij, anak-anak orang kafir ketika mati pada usia kecil, ia masuk neraka karena mengikuti inu dan bapaknya yang kafir.[5]

By. dosenmuslim.com


Referensi

[1] Rosihon Anwar, Akidah Akhlak, (Bandung: Pustaka Setia, 2014), cet. Ke-2, hal. 47.
[2] Ibid, hal. 47-48.
[3] Taufik Rahman, Tauhid Ilmu Kalam, (Bandung: Pustaka Setia, 2013), cet. Ke-1 hal. 199.
[4] Ibid, hal. 199.
[5] Taufik Rahman, Tauhid Ilmu Kalam, (Bandung: Pustaka Setia, 2013), cet. Ke-1 hal. 199-201

`