Pengertian Hasad
Diantara sifat buruk yang dimiliki manusia adalah hasad. Dengan sifat ini manusia bisa merusak kekeluargaan, persahabatan, hinggan sampai merusak kehidupan. Dengan sifat ini pula yang menyebabkan terjadinya pertumpahan darah pertama yang terjadi di dunia yaitu sebagaimana yang terjadi terhadap anak Nabi Adam AS yakni Qabil dan Habil. Habil terbunuh oleh Qabil karena sifat dengki (hasad) yang menyelimuti hati Qabil, yang dengan sifat tersebut muncul sifat dendam yang mengakibatkan terjadinya kemarahan hingga sampai terjadi pembunuhan.
Sifat hasad di atas yang dimiliki Qabil hingga sampai terjadinya pembunuhan, itu seperti yang di jelaskan dalam buku Ringakasan Ihya’ Ulumuddin karnya Ahmad Abdurraziq al-Bakri, bahwa; sikap hasud adalah buah dari sifat dendam, sedangkan dendam adalah buah dari kemarahan. Rasulullah SAW bersabda, “Sikap hasud dapat menghancurkan kebaikan seperti api membakar kayu bakar.”[1]
Dalam hadits lain, Rasulullah juga menegaskan keburukan dengki (hasad), “ingatlah bahwa nikmat-nimat Allah itu ada musuhnya” seorang bertanya, “siapa mereka itu?” Nabi menjawab, “yaitu orang yang dengki kepada orang lain terhadap karunia yang diberikan Allah kepada mereka.” (H,R. At-Tabrani).[2]
Selain itu, di dalam buku Akhlak Tasawuf karya Nur Hidayat yang mengutip dari Alwan Khoiri dkk. definisi a-hasd juga di ungkapkan dalam kitab Ri’ayat al-himmat, sebagai berikut: Hasd menurut bahasa berarti dengki, sedang istilah syara’ berarti; mengahrapkan sirnarnya kenikmatan Allah yang berada pada orang islam baik berupa kebajikan ilmu, ibadah yang sah dan jujur, harta, maupun yang semisalnya. Sementara al-Ghazali memberikan definisi, hasd adalah benci kepada kenikmatan dan menyukai hilangnya kenikmatan itu dari orang islam yang diberi kenikmatan tersebut. Dengan demikian hasd berarti mengahrapkan hilangnya kenikmatan dari orang lain.[3]
Dari banyaknya pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa hasad adalah salah satu sifat tercela yang tidak pernah mensyukuri nikmat yang diberikan kepada diri sendiri melainkan membenci nikmat yang diberikan kepada orang lain dan menyukai terhadap hilangnya nikmat orang lain tersebut. sudah jelas bahwa sifat hasad adalah salah satu sifat tercela yang sangat berbahaya pada diri sendiri maupun orang lain. Oleh karena itu kita sebagai makhluk Allah SWT yang menjadi khalifahnya di muka bumi ini harus menghindari sifat tercela, salah satunya adalah hasad.
Tingkatan Dengki (Hasad)
Di dalam buku akidah akhlak karya Prof. Dr. Rosihon Anwar, M.Ag. Dijelaskan, Para ulama’ membagi tingkatan dengki menjadi empat, yaitu:
- Menginginkan lenyapnya kenikmatan dari orang lain, meskipun kenikmatan itu tidak berpindah kepada dirinya.
- Menginginkan lenyapnya kenikmatan dari orang lain, karena dia sendiri menginnginkannya.
- Tidak menginginkan kenikmatan itu sendiri, tetapi menginginkan kenikmatan yang serupa. Jika dia memperolehnya, dia berusaha merusak kenikmatan orang lain.
- Menginginkan kenikmatan yang serupa. Jika dia gagal memperolehnya, dia tidak menginginkan lenyapnya kenikmatan itu dari orang lain. Sikap yang keempat ini diperbolehkan dalam urusan agama.[4]
Allah SWT berfirman, “Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniai Allah kepada sebagaian kamu lebih banyak dari sebagian yang lain.” (QS. An-Nisa’ [4]: 32). Maksudnya adalah seseorang dilarang mengaharapkan berpindahnya nikmat orang lain kepada dirinya. Sedangkan jika ia berharap Allah SWT menganugerahkan nikmat serupa kepada dirinya, maka itu bukan sikap tercela. Bahkan jika dalam hal agama, sikap itu justru terpuji.[5]
Rasulullah SAW bersabda, “Tidak dibenarkan adanya kedengkian (hasad) itu, melainkan dalam dua hal, yaitu seseorang yang dikaruniai harta oleh Allah, kemudian dipakai untuk yang hak sampai habis harta itu dan juga seseorang yang dikaruniai ilmu oleh Allah kemudian dia mengamalkannya serta mengajarkannya kepada orang lain. (Muttafaq alaih dari hadits Ibnu Umar).[6]
Dari hadits di atas, dapat kita pahami bahwa rahasia diperbolehkannya iri terhadap dua perkara tersebut tidak lain dimaksudkan agar diapun mengikuti jejak kebaikannya yang telah dia lakukan terhadap kemaslahatan umat bersama ataupun terhadap agama. Dengan demikian sifat hasad yang tercantum dalam hadits di atas mengandung motivasi yang positif, yang dengannya akan membuahkan kesejahteraan umat manusia.
Oleh para ahli tasawuf diterangkan bahwa seseorang yang dalam dirinya terdapat tiga sifat, maka janganlah mengharap doanya dikabulkan Allah, yaitu sifat gemar memakan makanan haram, sifat gemar mengumpat orang lain dan orang yang hatinya terdapat perasaan dengki sekalipun hanya sedikit sekali.[7]
Bahaya Hasad
Larangan melakukan hasad disebabkan karena mengandung beberapa efek negatif, di antaranya:
- Hasad adalah salah satu sifat Iblis karena Iblis tidak mau melaksanakan perintah Allah untuk sujud kepada Adam A.s. Sifat dengki tidak bermanfaat bagi orang yang dengki karena dengki akan merusak amal kebaikan, sama halnya pendengki selalu gelisah dan tidak senang karena hatinya tidak rela jika melihat orang lain mendapat kenikmatan. Setiap kali ada orang mendapat kenikmatan ia gelisah dan menderita batin;
Sebagaimana ada sebuah hadits yang artinya sebagai beriut:
“ Jauhilah olehmu sifat dengki, sesungguhnya dengki itu akan memakan kebajikan sebagaimana api memakan kayu bakar.” (HR. Abnj DƗud)
- Di samping itu hasad juga merusak tatanan masyarakat. Hasad merusak pergaulan menjadi tidak harmonis dan tidak tulus. Hasad akan memunculkan rasa curiga mencurigai. Hasad juga kerap kali menimbulkan fitnah di tengah-tengah masyarakat.
- Orang yang memiliki sifat hasad pasti tidak pernah merasa bahagia, sebab hatinya selalu gelisah jika ada orang lain memperoleh kebahagiaan. Hatinya meronta jika orang lain mendapatkan karunia. Maunya semua kebahagian dan karunia Allah hanya diberikan kepadanya.
- Mengarah kepada perbuatan maksiat. Dengan berlaku hasad secara otomatis seseorang pasti melakukan pula hal-hal seperti ghibah, mengumpat, dan berdusta.
- Sikap hasad juga bisa mengarah kepada fisik, misalnya ingin mencelakakan orang bahkan bisa berujung pada kejahatan pembunuhan.
- Menjerumuskan pelakunya masuk ke neraka;
- Menyakiti hati orang lain.
- Menyibukkan diri dengan hal-hal yang tidak bermanfaat.
- Mematikan hati, menyebabkan pelakunya tidak memahami hukum dan ketentuan Allah.
- Membuat dirinya hina di hadapan Allah dan di hadapan sesama.[8]
Cara Mengobati Penyakit Hasad
- Menanamkan kesadaran bahwa sifat dengki akan membuat seseorang menderita batin.
- Menumbuhkan kesadaran bahwa akibat dari dengki itu adalah permusuhan dan permusuhan akan membawa petaka.
- Kita saling mengingatkan dan saling menasehati.
- Bersikap realistis melihat kenyataan.
- Mempunyai pendirian dan tidak mudah terprovokasi.
- Senantiasa ingat pada Allah dan meminta perlindungan kepada-Nya agar terhindar dari bisikan syetan.[9]
Selain itu di dalam buku akidah akhlak dijelaskan; Apabila penyakit dengki (hasad) ini mulai bersarang dalam hati, segeralah berusaha mengobati dengan jalan, sebagai berikut:
- Minta maaf kepada orang yang didengki (dihasadi), walaupun terasa berat. Nabi Muhammad SAW bersabda, “Berjabat tanganlah kamu (minta maaf), niscaya akan hilang darimu dengki, tunjuk-menunjuki, dan cinta-mencintailah kamu niscaya akan hilang iri hati.” (H.R. Malik)
- Menyadari dan mengingat bahwa semua nikmat yang diberikan Allah kepada umat islam yang dikehendaki-Nya sudah pasti tidak merugikan orang lain. Sebab, nikmat yang diberikan Allah kepada seseorang, tidak ada sangkut pautnya dengan orang lain.[10]
Referensi
[1] Ahmad Abdurraziq al-Bakri, Ringakasan Ihya’ Ulumuddin, (Jakarta: Sahar Publishers, 2008), cet. Ke-3, hal. 351.
[2] Rosihon Anwar, Akidah Akhlak, (Bandung: pustaka setia, 2014), cet. Ke-2, hal. 262.
[3] Nur Hidayat, Akhlak Tasawuf, (Yogyakarta: Ombak, 2013), hal. 117
[4] Rosihon Anwar, Akidah Akhlak, (Bandung: pustaka setia, 2014), cet. Ke-2, hal. 262.
[5] Ahmad Abdurraziq al-Bakri, Ringakasan Ihya’ Ulumuddin, (Jakarta: Sahar Publishers, 2008), cet. Ke-3, hal. 352.
[6] Rosihon Anwar, Akidah Akhlak, (Bandung: pustaka setia, 2014), cet. Ke-2, hal. 263.
[7] Aini Nur Jannah, Pendidikan Akhlak, (Yogyakarta: Majelis Pendidikan dan Menengah Pimpinan Wilayah Muhammadiyah DIY, 2015), cet. Ke-4, hal. 91.
[8] http://pendis.kemenag.go.id/file/dokumen/bukupaiarab/buku_akidah_akhlak_MA_10_siswa.pdf. (selasa, 19 April 2016, pukul 13.15 WIB).
[9] http://pendis.kemenag.go.id/file/dokumen/bukupaiarab/buku_akidah_akhlak_MA_10_siswa.pdf. (selasa, 19 April 2016, pukul 13.15 WIB).
[10] Rosihon Anwar, Akidah Akhlak, (Bandung: pustaka setia, 2014), cet. Ke-2, hal. 263.