Pengertian Pengetahuan dalam Filsafat Pendidikan
Pada kesempatan kali ini dosenmuslim akan menebar ilmu tentang pengertian pengetahuan dalam filsafat pendidikan yang dilengkapi dengan referensinya. Untuk lebih jelasnya mari kita pelajari ilmu tersebut di bawah ini.
Pengertian Pengetahuan
Menurut Jujun S. Suriasumantri yang dikutip oleh A. Susanto dalam bukunya “filsafat ilmu” pengetahuan pada hakikatnya merupakan segenap apa yang kita ketahui tentang objek tertentu, termasuk di dalamnya adalah ilmu. Dengan demikian, ilmu merupakan bagian dari pengetahuan yang diketahui oleh manusia disamping berbagai pengetahuan lainnya, seperti seni dan agama.[1]
Menurut Drs. Sidi Gazalba dalam bukunya yang berjudul “sitematika Filsafat” yang dikutip oleh Prof. Dr. Amsal Bakhtiar, M.A. pengetahuan adalah apa yang diketahui atau hasil pekerjaan tahu. Pekerjaan tahu tersebut adalah hasil dari kenal, sadar, insaf, mengerti dan pandai. Pengetahuan itu adalah semua milik atau isi pikiran. Dengan demikian pengetahuan merupakan hasil proses usaha dari manusia untuk tahu.[2]
Beranjak dari pengetahuan adalah kebenaran dan kebenaran adalah pengetahuan, maka didalam kehidupan manusia dapat memiliki berbagai pengetahuan dan kebenaran. Burhanuddin salam, menjelaskan bahwa pengetahuan yang dimiliki manusia ada empat yaitu:
- Pengetahuan biasa, yakni pengetahuan yang dalam filsafat dikatakan dengan istilah common sense, dan yang diartikan dengan good sense, karena sesorang memiliki sesuatu dimana ia menerima secara baik. Bola itu dikatakan bulat karena memang berbentuk bulat, air jika dipanaskan akan mendidih dan sebagainya. Pengetahuan ini diperoleh dari kehidupan sehari-hari.
- Pengetahuan ilmu (secience), yaitu ilmu dalam pengertian yang sempit diartikan untuk menunjukkan ilmu pengetahuan alam yang sifatnya kuantitatif dan obyektif.
- Pengetahuan filsafat, yakni pengetahuan yang diperoleh dari pemikiran yang bersifat kontemplatif dan spekulatif. Filsafat membahas segala hal dengan kritis sehingga dapat diketahui secara mendalam tentang apa yang sedang dikaji.
- Pengetahuan agama, yakni pengetahuan yang hanya diperoleh dari Tuhan lewat utusan-Nya, sehingga pengetahuan ini bersifat mutlak dan wajib diyakini oleh para pemeluk agama. [3]
Sedangkan Abd. Aziz, M.Pd.I. membedakan pengetahuan manusia menjadi tiga jenis pengetahuan, yaitu:
- Pengetahuan Ilmiah: yaitu pengetahuan yang diperoleh dan dipertanggung jawabkan kebenarannya secara ilmiah atau dengan menggunakan cara kerja atau metode ilmiah.
- Pengetahuan Moral: dalam hal moral tidak ada klaim kebenaran yang absah. Penilaian dan putusan moral adalah soal perasaan pribadi atau produk budaya tempat orang lahir dan dibesarkan.
- Pengetahuan Religius: yakni pengetahuan kita tentang Tuhan yang sesungguhnya berada diluar lingkup pengetahuan manusia. [4]
Hakikat Pengetahuan
Pengetahuan berkembang dari rasa ingin tahu, yang merupakan ciri khas manusia karena manusia adalah makhluk yang mengembangkan pengetahuan secara sungguh-sungguh. Manusia mengembangkan pengetahuannya untuk mengatasi kebutuhan-kebutuhan kelangsungan hidup ini. Dia memikirkan hal-hal baru, karena dia hidup bukan sekedar untuk kelangsungan hidup, namun lebih dari itu manusia mmpunyai tujuan tertentu dalam hidupnya yang lebih tinggi dari sekedar kelangsungan hidupnya. Inilah yang menyebabkan manusia mengembangkan pengetahuannya, dan pengetahuan ini jugalah yang mendorong manusia menjadi makhluk yang bersifat khas di muka bumi.[5]
Pengetahuan ini mampu dikembangkan manusia yang disebabkan oleh dua hal utama, yakni pertama manusia mempunyai bahasa yang mampu mengkomonikasikan informasi tersebut. Kedua, yang menyebabkan manusia mampu mengembangkan pengetahuannya dengan cepat dan mantap adalah kemampuan berfikir menurut suatu alur kerangka berfikir tertentu. [6]
Baca juga: Tiga komponen Pengetahuan dalam Filsafat
Ada dua teori untuk dapat mengetahui hakikat dari sebuah pengetahuan. Yaitu teori Realisme dan idealisme.
- Teori realisme mengatakan bahwa pengetahuan adalah kebenaran yang sesuai dengan fakta. Apa yang ada dalam fakta itu dapat dikatakan benar. Dengan teori ini dapat diketahui bahwa kebenaran obyektif juga di butuhkan, bukan hanya mengakui kebenaran subyektif. Contoh kita mengetahui bahwa pohon itu memang tertancap ditanah karena kenyataannya memang begitu dan obyeknya terlihat sangat nyata. Jadi teori ini mengakui adanya apa yang mengetahui dan apa yang diketahui.
- Teori idealisme memiliki perbedaan pendapat dengan realisme. Pada teori ini dijelaskan bahwa pengetahuan itu bersifat subyektif. Oleh karena itu pengetahuan menurut teori ini tidak menggambarkan hakikat kebenaran, yang diberikan pengetahuan hanyalah gambaran menurut pendapat atau penglihatan orang yang mengatahui (subjek).[7]
Sumber-sumber Pengetahuan
Dengan adanya kedua teori tersebut dapat dikatakan semua orang memiliki pengetahuhan walaupun dasar yang mereka pakai berbeda-beda. Selain itu pengetahuan diperoleh pula dari sumber yang lebih dari satu. Yaitu sumber empirisme, rasionalisme, intuisi dan wahyu.
1. Empirisme
Empirisme menyatakan bahwa manusia memperoleh pengetahuan dengan pengalaman yang dialaminya. Teori ini bersifat inderawi jadi antara satu dengan yang lain memiliki perbedaan. Akal dalam teori ini hanyalah mengelola konsep gagasan inderawi saja dan tidak dikedepankan. Jhon locke (1632-1704) mengemukakan teori tabula rasa. Maksudnya manusia pada awalnya kosong kemudian pengalaman mengisi kekosongan tersebut sehingga menjadi pengetahuan. Pengalaman di dapat dari indera yang awalnya sederhana menjadi sangat komplek jadi sekomplek apapun pengetahuan akan dapat kembali pada sumbernya yaitu indera. Jadi pengetahuan yang tidak dapat di indera bukan pengetahuan yang benar karena indera adalah sumber pengetahuan. Teori ini menjadi lemah karena indera manusia memiliki keterbatasan.
2. Rasionalisme
Rasionalisme menjelaskan bahwa akal adalah dasar kepastian pengetahuan. Pengetahuan yang benar diukur dan diperoleh dari akal. Teori ini membenarkan pemakaian indera untuk memperoleh pengetahuan akan tetapi harus di olah dengan akal. Jadi sumber kebenarannya adalah akal. Di sini juga dapat mengetahui tentang konsep-konsep pengetahuan yang abstrak. Namun toeri ini memiliki kelemahan karena data-data tidak selalu sempurna sehingga akal tidak dapat menmukan pengetahuan yang benar-benar sempurna.
3. Intuisi
menerangkan bahwa pengetahuan diperoleh dari pemikiran tingkat tinggi. Kegiatan intuisi dan analisis bisa saling membantu untuk menemukan kebenaran. Mereka yang menggunakan intuisi biasanya memperoleh pengetahuan dengan perantara hati bukan indera maupun akal. Sehingga teori ini menggunakan metode perenungan yang mendalam untuk mencari kebenaran.
4. wahyu
Wahyu yang menjelaskan bahwa pengetahuan di peroleh langsung dari Tuhan melalui perantara Nabi. Pengetahuan yang seperti ini tidak memerlukan waktu untuk berfikir ataupun merenung. Pengetahuan didapatkan kemudian dikaji lebih lanjut sehingga dapat meningkatkan keyakinan tentang kebenarannya. Berbeda dengan ilmu pengetahuan yang melakukan penelitian terlebih dahulu baru kemudian mendapat pengetahuan dan di ketahui kebenarannya.Wahyu Allah (agama) berisikan pengetahuan, baik mengenai kehidupan seseorang yang terjangkau oleh pengalaman, maupun yang mencakup masalah transedental, seperti latar belakang dan tujuan penciptaan manusia, dunia, dan segenap isinya serta kehidupan di akhirat nanti.[8]
Referensi
[1] A. Susanto, Filsafat Ilmu, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), hal. 47.
[2] Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), cet. Ke-13, hal. 85.
[3] Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, (Jakarta: Rajawali pres, 2012), cet. Ke-11, hal. 87-88.
[4] Abd. Aziz, Filsafat Pendidikan Islam, (Yogyakarta: 2009), cet. Ke- I, hal. 95-96.
[5] Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, (Jakarta: Rajawali pres, 2014), cet. Ke-13, hal. 92-93.
[6] Ibid, hal. 93.
[7] Amsal Bahtiar, Filsafat Ilmu, (Jakarta: Rajawali pres, 2012), cet. Ke-11, hal. 94-96.
[8] Ibid, hal. 94-110.