Alat-alat untuk Bersuci

Diposting pada

Alat-alat untuk Bersuci

A. Air

Dasar penggunaan air untuk bersuci dari najis adalah pernyataan Rasulullah SAW sebagai berikut;

الماء لاينجسه شيئ الّا ما غلب على طعمه اولونه اوريحه (رواه ابن ماجه والبيهقى)

Artinya: “Air itu tidaklah menyebabkan najisnya sesuatu, kecuali jika berubah rasanya, warnanya, atau baunya.” (HR. Ibn Majjah dan Baihaqi)

Dalam hubungannya dengan air sebagai salah satu alat untuk bersuci, air itu dibagi menjadi empat macam:


1. Air Suci yang Menyucikan dan boleh digunakan. Air ini disebut air muthlaq, yaitu air yang tidak bercampur dengan sesuatu apapun, masih murni, dan tidak ada benda atau dzat lain yang merusak kemuthlakannya.


2. Air Suci tetapi tidak Menyucikan. Air ini terbagi menjadi dua, yaitu:

  • Air Musta’mal, yaitu air yang telah digunakan untuk menyucikan najis atau hadas. Hukumnya Suci, tetapi tidak sah digunakan untuk bersuci lagi.
  • Air yang berubah dari wujud aslinya, yaitu air yang berubah karena bercampur dengan benda suci lainnya. Contoh, air kopi, air teh, air susu, dan lain-lain.

3. Air Mutanajis (yang najis), yaitu air yang terkena najis. Air ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu:

  • Air yang sedikit. Air dikatakan sedikit jika ukurannya kurang dari dua kullah. Jika air kurang dari dua kullah kemasukan najis, maka hukum air tersebut menjadi najis, walaupun tidak ada perubahan apapun karena kemasukan najis. Air ini muthlak tidak boleh digunakan untuk bersuci.
  • Air yang banyak. Air yang banyak adalah air yang mencukupi bahkan lebih dari dua kullah. Jika air ini kemasukan najis, maka hukum air tersebut tetap suci dan menyucikan dan boleh digunakan jika tidak terjadi perubahan pada warna, rasa, dan baunya. Contoh, si Fulan kencing di sungai, jika air kencing tersebut tidak mmenyebabkan berubahnya tiga sifat air tadi (warna, rasa, bau) maka hukumnya tetap suci menyucikan dan boleh digunakan.

الماء لاينجسه شيئ الّا ما غلب على طعمه اولونه اوريحه (رواه ابن ماجه والبيهقى)

      Artinya: “Air itu tidaklah menyebabkan najisnya sesuatu, kecuali jika berubah rasanya, warnanya, atau baunya.” (HR. Ibn Majjah dan Baihaqi)

اذا كان الماء قلتين لم ينجسه شيئ. (رواه الخمسة)

        Artinya: “Apabila air cukup dua kullah, tidaklah dinajisi oleh suatu apapun.” (HR. Lima Ahli Hadits)


4. Air yang makruh, yaitu air yang sebenarnya suci secara dzatnya, juga menyucikan dan sah digunakan untuk bersuci, tetapi makruh hukumnya digunakan untuk bersuci. Air ini biasa disebut dengan air musyammas, yaitu air yang dipanaskan pada sinar matahari yang berada di dalam bejana (besi, tembaga, timah, dan sejenisnya) kecuali bejana perak dan mas.

Sabda Rasulullah SAW:

عن عائشة رضي الله عنها انّها سخّنت ماء في الشمس فقال صلى الله عليه وسلّم لها لا تفعلي يا حميراء فانّه يورث البرص. (رواه البيهقى)

Dari Aisyah ra. Sesungguhnya ia telah memanaskan air pada cahaya matahari, maka Rasulullah SAW berkata kepadanya, janganlah engkau berbuat demikian ya Aisyah. Sesungguhnya air yang dijemur itu dapat menimbulkan penyakit sopak.” (HR. Baihaqy)


B. Debu

Debu yang Suci, Ketika seseorang ingin bersuci (dalam artian bersuci dari hadas), dan dia tidak menemukan air untuk bersuci, maka diberikan kemudahan yaitu diperbolehkan bersuci dengan debu, yang biasa disebut dengan istilah tayamum.

Allah berfirman di dalam QS. Al-Maidah ayat 6, yang artinya sebagai berikut:

“Dan apabila kamu sakit, atau dlam perjalanan, atau kembali dari tempat buang air (kakus), atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan kedua tanganmu dengan tanah itu.” (QS. Al-Maidah: 6)


C. Benda-benda yang Dapat Menyerap Kotoran

Benda-benda yang dapat Menyerap Kotoran, seperti batu, tisu, kayu, dan semacamnya. Dalam hal ini, dikhususkan untuk menghilangkan najis, seperti beristinja’.


CATATAN:

  1. Ukuran air dua kulah adalah 216 liter, berbentuk bak, panjang 60 cm dan tinggi 60 cm.
  2. Air yang sedikit tidak menjadi najis jika kemasukan bangkai hewan yang tidak memiliki darah, seperti; lalat, semut, lebah, dan sebagainya.

DAFTAR PUSTAKA

Umar Sitanggal. Anshory, Fiqih Syafi’i Sitematis, (Semarang: CV Asy-Syifa’, 1992)

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Semarang: PT Toha Putra)

Yasa. Abu Maulana, Abdullah. Hadi, Panduan Shalat Edisi Lengkap, (Semarang: Pustaka Nuun, 2015), cet ke-1.

Rasjid. Sulaiman, Fiqh Islam, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2015), cet. ke-70.