Pengertian Nikah
Pernikahan menurut hukum Islam adalah suatu akad atau perikatan untuk menghalalkan hubungan kelamin antara laki-laki dan perempuan dalam rangka mewujudkan kebahagiaan hidup keluarg, yang diliputi rasa ketentraman serta kasih sayang dengan cara uang diridhai Allah SWT.
Apabila pengertian tersebut kita bandingkan dengan yang tercantum dalam Pasal 1 UU perkawinan yang baru (UU No. 1/1974), pada dasarnya antara pengertian perkawinan menurut hukum islam dan menurut Undang-Undang tidak terdapat perbedaan prinsipil sebab pengertian perkawinan menurut Undang-Undang ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa.[1]
Dasar-dasar pernikahan
- Ayat 49 QS. Az-Zariyat menyatakan bahwa segala sesuatu diciptakan berpasang-pasang.
- Ayat 36 QS. Yasin mengajarkan juga bahwa segala sesuatu diciptakan Allah SWT berpasang-pasang, baik dalam dunia tumbuh-tumbuhan, manusia, dan lain-lainnya yang tidak diketahui manusia.
- Ayat 13 QS. Al-Hujarat menegaskan bahwa umat manusia diciptakan Allah SWT berasala dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian dijadikan berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar saling mengenal satu sama lain.
- Ayat 1 QS. An-Nisa’ Mengajarkan bahwa manusia diciptakan dari seorang diri (adam) dan darinya diciptakan istrinya dan dari mereka berdua Allah SWT mengembangbiakkan manusia, laki-laki dan perempuan.
- Ayat 72 QS. An-Nahl menyatakan bahwa Allah menjadikan istri-istri umat manusia dari jenis manusia sendiri, dan dari istri-istri itu dijadikan-Nya pula anak-anak dan cucu-cucu.
- Dan lain-lain.
Dari ayat-ayat Al-Qur’an tersebut dapat ditarik pengertian bahwa perkawinan adalah tuntukan qodrat hidup yang tujuannya antara lain adalah untuk memperoleh keturunan, guna melangsungkan kehidupan jenis.[2]
1. Wajib
Perkawinan hukumnya wajib bagi orang yang telah mempunyai keinginan kuat untuk kawin dan telah mempunyai kemampuan untuk melaksanakan dan memikul beban kewajiban dalam hidup perkawinan, serta ada kekhawatiran, apabila tidak kawin ia akan mudah tergelincir untuk berbuat zina.
2. Sunah
Perkawinan hukumnya sunah bagi orang yang telah berkeinginan kuat untuk kawin dan telah mempunyai kemampuan untuk melaksanakan dan memikul kewajiban-kewajiban dalam perkawinan, tetapi apabila tidak kawin juga tidak ada kekhwatiran akan berbuat zina.
3. Haram
Perkawinan hukumnya haram bagi orang yang belum berkeinginan serta tidak mempunyai kemampuan untuk melaksanakan dan memikul kewajiban-kewajiban hidup perkawinan, sehingga apabila kawin juga akan berakibat menyusahkan istrinya.
Di dalam LKS FIQH Madrasah Aliyah kelas 11 tahun 2011/2012 mengatakan, “ pernikahan menjadi haram hukumnya bagi seseorang yang menikahi wanita dengan maksud menyakiti, mempermainkan dan memeras hartanya.”[4]
4. Makruh
Perkawinan hukumnya makruh bagi seorang yang mampu dalam segi materiil, cukup mempunyai daya tahan mental dan agama sehingga tidak khawatir akan terseret dalam perbuatan zina, tetapi mempunyai kekhwatiran tidak dapat memenuhi kewajiban-kewajiban terhadap istrinya, meskipun tidak akan berakibat menyusahkan pihak istri, misalnya,calon istri tergolong orang kaya atau calon suami belum mempunayi keinginan untuk kawin.
5. Mubah
Perkawinan hukumnya mubah bagi orang yang mempunyai harta, tetapi apabila tidak kawin tidan merasa khawatir akan berbuat zina dan andaikan kawinpun tidak merasa khawatir akan menyia-nyiayakan kewajiban terhadap istri.[3]
Rukun Pernikahan
Rukun nikah adalah unsur pokok yang harus dipenuhi untuk menjadi sahnya suatu pernikahan suatu sistem kehidupan sosial yang sangat besar pengaruhnya dalam kehidupan umat manusia di jagat raya ini. Rukun nikah adalah sebagai berikut:
- Calon suami
- Calon istri
- Ijab qabul (ucapan penyerahan dan penerimaan)
- Wali
- Dua orang saksi.[5]
Syarat Wali dan Dua Saksi
Di dalam pernikahan bisa dikatakan shah apabilla terdapat wali dan dua orang saksi. Dan wali dan dua orang saksi tersebut harus memenuhi syarat tertentu, yang mana syarat-syarat wali dan dua orang saksi yaitu:
يايُّهَاالَّذِيْنَ أمَنُوْا لَاتَتَّخِذُوااْليَهُوْدَ وَالنَّصَرَى أَوْلِيَاءَ. (المائدة: 51)
“Hai oramg-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin (mu).” (Al-Ma’idah: 51)
- Balig (sudah berumur sedikitnya 15 tahun)
- Berkal
- Merdeka
- laki-laki, karena tersebut dalam hadits riwayat Ibnu Majah dan Daruqutni di atas.
- Adil. [6]
Manfaat Pernikahan
Nikah mempunyai manfaat yang sangat besar diantaranya:
- Tetap terjaganya keturunan manusia, memperbanyak jumlah kaum muslimin dan menggetarkan orang kafir dengan adanya generasi yang berjuang di jalan Allah dan membela agamanya.
- Menjaga kehormatan dan kemaluan dari berbuat zina yang diharamkan yang merusak masyarakat
- Terlaksananya kepemimpinan suami atas istri dalam memberikan nafkah dan penjagaan kepadanya. Allah berfirman, yang artinya: “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita)” (4: 34)
- Mendapatkan ketenangan dan kelembutan hati bagi suami dan istri serta ketenteraman jiwa mereka.
Allah berfirman: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir” (QS. Ar-Ruum:21).
- Menjaga masyarakat dari akhlak yang keji (zina, pent) yang menghancurkan moral serta menghilangkan kehormatan.
- Terjaganya nasab dan ikatan kekerabatan antara yang satu dengan yang lainnya serta terbentuknya keluarga yang mulia yang penuh kasih sayang, ikatan yang kuat dan tolong-menolong dalam kebenaran.
- Mengangkat derajat manusia dari kehidupan ala binatang menjadi kehidupan insan yang mulia.
Dan masih banyak manfaat besar lainnya dengan adanya pernikahan yang syar’i, mulia dan bersih yang tegak berlandaskan Al Qur’an dan As Sunnah.[7]
Referensi
[1] Basyir Ahmad Azhar. Hukum Perkawinan Islam. Yogyakarta: UII Press, 1999, hlm. 14
[2] Basyir Ahmad Azhar. Hukum Perkawinan Islam. Yogyakarta: UII Press, 1999, hlm. 2
[3] Basyir Ahmad Azhar. Hukum Perkawinan Islam. Yogyakarta: UII Press, 1999, hlm. 14
[4] LKS Fiqh Madrasah Aliyah kelas 11 tahun 2011/2012 (KTSP), hal: 4
[5] LKS Fiqh Madrasah Aliyah kelas 11 tahun 2011/2012 (KTSP), hal: 6
[6] Rasjid Sulaiman. Fiqh Islam. Bandung: Sinar Baru Algensindo, hal.384
[7] https://shirotholmustaqim.files.wordpress.com/2009/11/bekal-pernikahan.pdf, Al-‘Allamah Shalih Fauzan Al-Fauzan, di akses pada tanggal 17 Desemer 2015, pukul 06.57.