Makalah Pembelajaran Tuntas Lengkap dengan Referensinya
Pada kesempatan kali ini dosenmuslim.com akan menebar ilmu tentang makalah pembelajaran tuntas yang dilengkapi dengan referensi buku. Agar lebih jelas dan paham mari kita pelajari ilmu tersebut di bawah ini.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Pendidikan nasional setidaknya harus mampu menjamin sebuah pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu, serta efesiensi manajemen pendidikan. Pemeretaan pedidikan diwujudkan dalam program belajar 9 tahun. Program tersebut diarahkan guna untuk meningkatkan mutu, kualitas manusia seutuh nya dalam olah hati, pikir, rasa dan sebagainya agar memiliki daya saing dalam menghadapi tntangan global pada era yang semakin moderen ini.
Banyak kendala yang dihadapi dalam sistem pendidikan sekolah, salah satu kendala yang dihadapi di bidang pendidikan adalah rendahnya mutu pendidikan yang dapat dicerminkan dalam potensi belajar siswa dan tingkah laku siswa. Masalah lain dalam bidang pendidikan yang banyak diperbincangkan adalah sebuah pendekatan dalam pembelajaran masih terlalu didominasi peran guru. Guru lebih banyak memposisikan siswa sebagai obyek bukan sebagai subjek didik. Dimana sebuah pendidikan belum dapat membuat seorang siswa itu berfikir secara holistik (menyeluruh), kreatif, objektif, dan logis, belum memanfaatkan quantum learning sebagai salah satu pradigma menarik dalam sebuah pemelajaran, serta kurang memperhatikan ketuntasan belajar siswa secara individual.
Demikian itu proses pendidikan dalam sistem di sekolahan, kebanyakan belum menerapkan pemelajaran sampai anak didik menguasai materi pemelajaran secara tuntas. Akibatnya, tidak heran bila banyak siswa yang tidak paham akan materi walaupun dia sudah dinyakan lulus atau tamat sekolah. Tidak heran jika mutu pndidikan nasional itu juga rendah, dikarenakan sekolah tidak memberilkan materi pembelajaran sampai tuntas dan menyebabkan sebagian orang berpendapat seagai pemborosan anggaran pendidikan. Kenapa demikian, karena sekolah elum bisa mengeluarkan out put yang sesuai dengan tujuan pendidikan.
Berdasarkan hal tersebut, maka perlu dikembangkan belajar mengajar yang dapat menumbuhkan rasa percaya diri sendiri, serta sikap da prilku inovatif dan kreatif. Dengan demikian pendidikan nasional akan mampu mewujudkan manusia yang dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawa atas pembangunan bangsa dan membangun sistem pendidikan yang lebih bagus.
C. Rumusan masalah
- Bagaimana asumsi belajar tuntas?
- Bagaimana sistem belajar tuntas?
- Apa perbedaan antara pembelajarn tuntas dengan pembelajaran konvensional?
- Apa saja indikator guru dalam melaksanakan pemelajaran tuntas?
- Bagaimana pelaksanaan program remidial, pengayaan, dan percepatan?
B. Tujuan
Makalah ini diuat bertujuan untuk:
- untuk mengetahui asumsi belajar tuntas
- untuk mengetahui sistem belajar tuntas
- untuk mengetahui perbedaan belajar tuntas dengan pembelajaran konvensional dan
- untuk mengetahui bagaiman pelaksanaan program remidi, pengayaan, dan percepatan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Asumsi Belajar Tuntas
metode pemelajaran adalah suatu cara untuk mempermudah peserta didik dalam mencapai kompetensi tertentu. Dapat diartikan bahwa, semakin baik metode yang digunakan makin efektif pula pencapaian tujuan belajar. Metode pembelajaran merupakan penjabaran dari pendekatan dan strategi pemelajaran, serta diimplementasikan oleh metode dan teknik pembelajaran. Langkah metode yang dipilih memainkan peran utama yang membuat makin meningkatnya prestasi belajar. Pembelajaran tuntas (mastery learning) merupakan pendekatan dalam sebuah pemelajaran dimana siswa harus menguasi secara tuntas standar kompetensi mata pelajaran tertentu.[1]
Dalam model sederhana caroll mengemukakan bahwa jika setiap siswa diberikan waktu sesuai yang diperlukan untuk mencapai suatu tingkat penguasaan dan menghaiskan waktu yang diperlukannnya, maka besar kemungkinan siswa akan dapat mencapai tingkat penguasaan kompetensi. Tetapi jika siswa tidak diberi waktu yang cukup maka beralik pada penjabaran diatas, maka siswa dalam tingkat menguasai kompetensi akan berkurang. Kondisi demikian dinyatakan oleh lock sebagai berikut:
Model ini menggambarkan aha tingkat penguasaan kompetensi (Degree of learning) ditentukan oleh seberapa banyak waktu yang benar-benar digunakan (Time actually spent) untuk belajar, diagi dengan waktu yang diperlukan (Time needed) untuk menguasai kompetensi tertentu.[2]
Simbol di atas menggambarkan bahwa jika setiap siswa diberikan waktu sesuai dengan yang diperlukan untuk mencapai suatu tingkat penguasaan dan jika siswa itu menghabiskan waktu yang dibutuhkan, maka besar kemungkinan siswa tersebut akan mencapai tingkat penguasaan itu. Sebaliknya, jika seorang siswa tidak diberi cukup waktu atau ia tidak menggunakan waktu yang diperlukan, maka siswa tersebut bisa dipastikan tidak akan mencapai tingkat penguasaan belajar.[3]
Walaupun waktu merupakan faktor esensial dalam belajar, namun Carroll tetap mengingatkan bahwa sebenarnya proses belajar itu sendiri dipengaruhi oleh banyak variabel, dan waktu merupakan bagian dari banyak variabel itu. Dalam teorinya, Carroll bahkan tidak berpretensi bahwa variabel waktu ini menjadi faktor terpenting dalam proses belajar siswa. Menurutnya waktu bukan satu- satunya faktor terpenting yang mempengaruhi proses belajar, meskipun beberapa variabel dari teori ini dinyatakan dalam waktu, namun apa yang sebenarnya terjadi dalam rentang waktu itulah yang terpenting. Waktu jelas diperlukan dalam belajar, tapi waktu saja belum memadai. Masih ada tiga variabel utama dan dua variabel tambahan dalam teori Carroll. Variabel pertama disebut aptitude (bakat), yaitu jumlah waktu ideal yang dimiliki siswa untuk mencapai suatu tujuan pendidikan. Variabel kedua disebut perseverance (ketekunan), yaitu jumlah waktu yang benar-benar dipakai siswa untuk belajar. Variabel ketiga disebut opportunity to learn (kesempatan untuk belajar), yaitu jumlah waktu yang dialokasikan atau disediakan. [4]
Selain itu, menurut carol pada buku strategi blajar mengajar karya karya Drs.syaiful Bahri dan Drs. Aswan Zain mengemukakan setiap anak didik itu akan mampu menguasai bahan kalau diberikan waktu atau kesempatn yang cukup untuk mempelajarinya, sesuai dengan kapasitas masing-masing anak didik. Dengan demikian, taraf atau tingkat belajar itu pada dasarnya merupakan sebuah fungsi dari porsi waktu yang disediakan untuk belajar (time allowed for learning), dengan waktu yang diperlukan untuk belajar ( time nedded for learning ) oleh setiap anak didik.[5]
Calor tidak menyangkal bahwa faktor dominan yang lain yang dapat berpengaruh terhadap penguasan belajar, yaitu antara kualitas pendidik dengan taraf kemampuan anak didikuntuk memahami pelajaran. Selain itu faktor motivasi juga sangat berpengaruh. Karena itu, jika guru menginginkan peserta didik menguasai bahan pelajaran tertentu, maka bahan pelajaran tersebut harus disusun secara sempurna, selain bahaan ajarnya cara mengevaluasi dan mengukur hasil belajarnya. Bahan pelajaran harus diperinci atau membagi materi pembelajaran unit-unit terkecil. Satuan unit terkicil itu yang biasanya disebut dengan modul.[6]
Dari sekian banyak penjelasan tentang elajar tuntas, sebenarnya harapan dari belajar tuntas menurut buku Strategi Pembelajaran karya Abdul Majid yang saya kutip yaitu untuk mempertinggi rata-rata prestasi peserta didik dalam belajar dengan memberikan kualitas yang sesuai, bantuan, dan perhatian khusus bagi siswa yang lamat agar menguasai standar kompetensi dasar. Darikonsep tersebut dapat dikemukakan prinsip-prinsip utama pembelajaran tuntas (Gentile dan Lalley: 2003) adalah sebagai berikut:
- Kompetensi yang harus dicapai siswa dirumuskan dengan urutan yang hirarkis.
- Evaluasi yang digunakan adalah penilaian acuan patokan, dan stiap kompetensi harus diberikan feedback.
- Pemberian elajar remedial dan bimingan jika diperlukan.
- Pemberian program pengayaan bagi siswa yang mencapai ketuntasan lebih awal.[7]
B. Sistem Belajar Tuntas
Sitem belajar tuntas merupakan suatu pola pengajaran tersetruktur yang ertujuan untuk mengadaptasikan pengajaran kepada pesrta didik sedemikian rupa, sehingga diberikan perhatian yang cukup terhadap perbedaan yang terdapat pada setip siswa, khususnya yang menyangkut laju kemajuan atau kecepatan dalam belajar. Sistem ini diharapkan dapat memantu mengatasi kelemahan-kelemahan yang sering melekat pada pengajaran klasikal; hanya siswa pandi yang akan mencapai semua tujuan pembelajaran, sedangkan siswa-siswi yang tidak begitu cerdas hanya mencapai sebagian tujuannya, bahkan bisa jadi sama sekali tidak mencapai sama sekali. Bagi siswa yang trakhir ini, belajar disekolah merupakan sumber frustasi, motivasi elajar menghilang, dan rasa percaya diri lenyap.dengan adanya pendeketan individualisasi pengajaran, dapat memantu siswa dengan kebutuhan masing-masing dalam hal jumlah waktu elajar dan pertolongan individual, diusahakan setiap siswa mencapai semua tujuan pemelajaran, dan sekelompok siswa yang menjadi satuan pun dapat melaju dalam mempelajari materi pelajaran dengan tempo yang layak dan wajar.[8]
Agar pola pengajaran tersetruktur dengan efesien dan efektif diperlukan hal-hal berikut:
- Tujuan-tujuan pembelajaran yang harus dicapai ditetapkan secara tegas. Semua tujuan itu dirangkai, materi pelajaran yang diurutkan sesuai dengan rangkaian semua semua tujuan instruksional.
- Siswa dituntut supaya mencapai tujuan pembelajaran lebih dahulu, seelum siswa diperbolehkan mempelajari unit pelajaran yang baru untuk mencapai tujuan pembelajaran yang kedua; tujuan pemelajaran yang kedua harus tercapai terlebih dahulu sebelum siswa maju leih lanjut; dan seterusnya. Dengan kata lain yang berikutnya tidak dimulai sebelum materi yang sebelumnya dikuasai. Maka sistem belajar ini menekankan pada penguasaan (mastering).
- Motivasi belajar dan efektifitas usaha belajar siswa harus ditingkatkan dengan memonitorproses belajar siswa melalau testing berkala dan kontinu, serta memberikan umpan balik kepada siswa mengenai keberahasilan atau kegagalan pada waktu itu juga.
- Diberikan antuan atau pertolongan kepada siswa yang masih mengalami kessulitan pada sat-saat yang tepat, yaitu sesudah oenyelenggaraan testing formatif, dan dengan cara yang efektif untuk siswa yang bersangkutan.[9]
Carleton Mashaburne dan Henry C. Marrison sudah memperjuangkan suatu sistem pengajaran yangmemungkinkan semua siswa, paling sedikit atau sebagian besar dapat mencapi tujuan-tujuan pendidikan sekolah secara maksimal. Jadi terlebih dahulu harus menjaarkan materi pelajaran ke unit satuan bahan yang dirangkai secara berurutan; satuan bahan yang satu harus dikuasai terlebih dahulu sebelum satuan bahan berikutnya dihadapi. Siswa yang belum menguasai bahan tertentu, tampak dari hasil saat melaksanakan tes kemajuan belajar, harus melakukan uasaha-usaha perbaikan. Program pengajarn perbaikan dapat terlaksana melalui pengajaran kembali pada kelompok yang belum menguasai melalui pengajaran remidial secara individual, serta dengan mengtur kembal kegiatan belajar siswa.landasan dari setrategi ini dikenal seagai “mastery learning”, dikembangkan dalam karya John B. Carrol, Benyamin S. Bloon dan James H. Block. [10]
Baca juga: Perbedaan Antara Pembelajaran Tuntas dengan Pembelajaran Konvensional
C. Perbedaan antar Pembelajaran Tuntas dengan Pemelajaran Konvensional
Pembelajaran tuntas yang dimaksudkan dalam pelaksanaan KBK adalah pola pembelajaran yang menggunakan prinsip “ketuntasan secara individual”. Dalam hal pemberian kebebasan belajar dan untuk mengurangi kegagalan siswa dalam belajar, strategi belajar menganut pendekatan individual, dalam arti meskipun kegiatan ditunjukan kepada sekolompok siswa (kelas), tetapi pendidik harus dapat melayani perbedaan peserta didik dengan sedemikian rupa, sehingga dengan diterapkannya pembelajaran tuntas dapat memungkinkan berkembangnya potensi masing-masing peserta didik secara optimal. Untuk merealisasikan pengakuan dan pelayanan terhadap perbedaan individu, pembelajaran harus menggunakan strategi pembelajaran yang berasaskan maju erkelanjutan. Untuk itu pendekatan sistem yang merupakan salah satu prinsip dasar dalam pemelajaran harus benar-benar dapat diimplementasikan. Salah satu carannya adalah dengan menyatakan standar kompetensi dan kompetensi dasar secara jelas, dan pembelajaran dipecah-pecah kedalam satuan-satuan dimana siswa belajar selangkah demi selangkah, dan baru boleh eranjak mempelajari kompetensi dasar berikutnya, setelah menguasai sejumlah kompetensi dasar yang ditetapkan menurut kriteria tertentu. [11]
Sedangkan pembelajaran konvensional menurut buku Strategi Pembelajaran karya Abdul Majid yang saya kutip pembelajaran konvesional sendiri diartikan sebagai pembelajaran dalam konteks klalsikal yang sudah terbiasa dilakukan yang sifatnya berpusat pada guru, sehingga pelaksanaannya kurang memperhatikan keseluruhan situasi belajar.[12]
Selain itu pembelajaran konvensional ini pada dasarnya sama dengan pendekatan yang berpusat pada guru (teacher-centered approach). Dalam pendekatan ini hampir seluruh kegiatan pembelajaran dikendalikan sepenuhnya oleh guru. Kegiatan pembelajaran berlangsung dalam jangka waktu tertentu yang telah ditetapkan oleh lembaga/sekolah. Metode pembelajaran yang sering digunakan kurang beragam dan cenderung memperbanyak komunikasi satu arah (one-way communication) dengan penggunaan metode ceramah.[13]
Dengan memperhatikan uarain diatas, dapat dikemukakan bahwa perbedaan antara pembelajaran tuntas dengan pembelajaran adalah bahwa pembelajaran tuntas dilakukan melalui azas-azas ketuntasan belajar, sedangkan pembelajaran konvensional pada umumnya kurang memperhatikan ketuntasa belajar siswa secara individual. Secara kualitatif perbandingan keduanya dapat dilihat pada tabel dibawah ini.[14]
D. Indikator Guru dalam Melaksanakan Pembelajaran Tuntas
- Metode pembelajaran
Pembelajaran tuntas dilakukan dengan pendekatan diagnostik. Strategi pembelajaran tuntas sebenarnya menganut pendekatan individual, dalam arti meskipun kegiatan belajar ditunjukan kepada sekelompok siswa (kelas)tetapi juga mengakui dan memberikan layanan sesuai dengan perbedaan individual sedemikian rupa, sehingga pembelajaran memungkinkan berkembangnya potensi masing-masing peserta didik secara optimal. Metode yang sangat ditekankan dalam pembelajaran tuntas adalah pembelajaran individual, pembelajaran dengan teman dan bekerja dalam kompok kecil. Pendekatan-pendekatan alternatif tambahan harus digunakan untuk mengakomodsi perbedaan gaya belajar siswa.
Pembelajaran tuntas sangat mengandalkan pada pendekatan tutorial dengan sesi-sesi kelompok kecil, tutorial orang perorang, pemelajaran terperogram, permainan dan pemelajaran berasis komputer.[15]
- Peran guru
Strategi pembelajaran tuntas menekankan peran guru atau tanggung jawab guru dalam mendorong keerhasilan peserta didik secara individual. Pendekatan yang dipakai mendekati dengan model personalized system of instruction (PSI) seperti yang dikembangkan oleh Keller, yaitu lebih menekankan pada interaksi antara peserta didik dengan materi atau objek belajar. Guru harus berperan secara intensif dalam hal-hal berikut:
- Menjabarkan kompetensi dasar ke dalam unit yang lebih kecil dengan memerhatikan pengetahuan prasyaratnya.
- Menata indikator berdasarkan cakupan serta urutan unit
- Menyajikan materi dalam bentuk yang berfariasi
- Memonitor seluruh pekerjaan siswa
- Menilai perkembangan siswa dalam pencapaian kompetensi (kognitif, psikomotor, dan afektif)
- Menggunakan teknik diagnostik
- Menyediakan sejumlah alternatif strategi pembelajaran bagi siswa yang mengalami kesulitan.[16]
3. Peran siswa
Peran siswa yaitu sebagai subyek didik. Fokus program sekolah itu bukan berorientasi kepada guru dan tugas yang dikerjakan, tetapi kepada siswa dan tugas yang akan dikerjakan siswa. Jadi siswa dalam pembelajaran tuntas lebih leluasa dalam menentukan jumlah waktu belajar yang diprlukan.[17]
- Evaluasi
Ketuntasan belajar ditetapkan dengan penilaian acuan patokan pada setiap kompetensi dasar, tidak ditetapkan berdasarkan norma. Dalam hal ini batas ketuntasan harus ditetapkan oleh guru, misalnya apakah siswa harus mencapai nilai 75, 65, 55 atau sampai nilai berapa seseorang siswa dinyatakan mencapai ketuntasan dalam belajar.[18]
E. Pelaksanaan Program Remidial, Pengayaan, dan Percepatan
1. Program remidial
Program remidial bisa disebut juga program perbaikan yaitu kegiatan yang diberikan ke peserta didik yang belum menguasai bahan pelajaran yang diberikan oleh guru, dengan maksud mempertinggi tingkat penguasaan terhadap materi pelajaran.[19]
Masalah pertama yang akan selalu timul dalam pelaksanaan pembelajaran tuntas adalah bagaimana guru menangani peserta didik yang lamban dan mengalami kesulitan dalam menguasai KD tertentu. Dalam kondisi ini ada dua cara yang dapat ditempuh.
- Pemberian bimbingan secara khusus dan perorangan bagi siswa yang belum tuntas atau mengalami kesulitan dalam menguasai kd tertentu.
- Pemberian tugas atau perlakuan secara khusus yang sifatnya penyederhanaan dari pelaksanaan pembelajaran reguler. Bentuk penyederhanaan tersebut dapat dilakukan guru antara lain melalui:
- Penyederhanaan isi atau materi pembelajaran untuk KD tertentu
- Penyederhanaan cara penyajian
- Penyederhanaan soal atau pertanyaan yang diberika
Program remedial diberikan hanya kepada siswa yang belum menguasai KD yang belum dikuasai. Program remedial dilaksanaka:
- Setelah mengikuti tes atau KD tertentu[20]
2. Program pengayaan
Program pengayaan adalah kegiatan yang diberikan kepada peserta didik yang keterampilannya atau pemahamannya lebih cepat dalam menerima materi yang diberikan.[21]
Dalam kelas yang menerapkan pembelajaran tuntas, kondisi yang sebaliknya dari program remedial adalah akan selalu ada peserta didik yang leih cepat menguasai kompetensi yang ditetapkan. Mereka perlu mendapatkan tambahan pengetahuan atau keterampilan melalui program pengayaan yang sesuai dengan kapasitasnya.
Adapun cara yang dapat ditempuh diantaranya adalah:
- Pemberian bacaan tambahan atau berdiskusi yang bertujuan memperluas wawasan bagi KD tertentu.
- Pemberian tugas untuk melakukan analisis gambar, bacaan dan sebagainya.
- Memerikan soal-soal latihan tambahan yang bersifat pengayaan.
- Memantu guru membimbing teman-temannya yang belum mencapai ketuntasan.[22]
3. Program percepatan
Dalam kelas yang menerapkan pembelajaran tuntas memungkinkan adanya siswa yang luar biasa, cerdas dan mampu menyelesaikan KD jauh lebih cepat dengan nilai yang amat baik pula. Peserta didik dengan kecerdasan luar biasa ini memiliki karakteristik khusus, yaitu tdk banyak memerlukan bantuan berupa program remedial maupun pengayaan, ditakutkannya akan mengganggu pengoptimallan belajarnya.[23]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pembelajaran tuntas merupakan salah satu pendekatan dalam pembelajaran di mana siswa diharapkan dapat menguasai secara tuntas standar kompetensi dari suatu unit pelajaran. Asumsi yang digunakan dalam pembelajaran tuntas ini yaitu jika setiap siswa diberikan waktu sesuai dengan yang diperlukan untuk mencapai suatu tingkat penguasaan dan jika siswa tersebut menghabiskan waktu yang diperlukan, maka besar kemungkinan siswa akan mencapai tingkat penguasaan itu. Tetapi jika siswa tidak diberi cukup waktu atau siswa tersebut tidak menggunakan waktu yang diperlukan, maka siswa tidak akan mencapai tingkat penguasaan belajar.
Dalam pembelajaran ini peren guru sangat penting guna mendorong keberhasilan peserta didik dalam mencapai keberhasilannya secara individu.dalam pemelajaran tutas ini ketika peserta didik belum dapat menguasai materi setelah diadaknanya tes maka peserta didik harus mengikuti program remedial sedangkan bagi peserta didik yang sudah mampu atau paham memasuki program pengayaa, ada juga peserta didik yang memiliki bakat yang lebih bagus dia mendapatkan nilai diatas nilai cukup maka pesrta didik mengikuti program percepatan guna untuk lebih mengoptimalkan belajarnya.
B. Saran
Setelah mempelajari ilmu tentang Pembelajaran Tuntas, diharapkan kita semua sebagai calon pendidikan dapat menguasai teori dan juga dapat menerapkan ke dalam praktik di kegiatan belajar mengajar, amin.
DAFTAR PUSTAKA
Majid, Abdul. 2013. Strategi Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Djamarah, Syaiful Bahri dan zain, aswan. 2010. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Rineka Cipta
https://journal.uny.ac.id diakses tanggal 02 oktober 2017
Mukminan. 2003. Pembelajaran Tuntas (Mastery Learning). Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, Ditjen Dikdasmen, Direktoral PLP
Referensi Buku
[1] Abdul majid, Strategi Pembelajaran (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013), hlm 152
[2] Ibid.,hlm 153
[3] https://journal.uny.ac.id.
[5] Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Setrategi Belajar Mengajar,(Jakarta: PT Rineka Cipta, 2010), hlm 21
[6] Ibid.,hlm 22
[7] Abdul majid, Strategi Pembelajaran (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013), hlm 154
[8] Ibid.,hlm155
[9] Ibid.,hlm 155
[10] Ibid.,hlm 155-156
[11] Ibid.,hlm 164
[12] Ibid.,hlm 165
[13] Mukminan. Pembelajaran Tuntas (Mastery Learning), (jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, Ditjen Dikdasmen, Direktoral PLP, 2003), hlm
[14] Abdul majid, Strategi Pembelajaran (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013), hlm 164
[15] Ibid.,hlm 166
[16] Ibid.,hlm 167
[17] Ibid.,hlm 168
[18] Ibid.,hlm 168
[19] Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Setrategi Belajar Mengajar,(Jakarta: PT Rineka Cipta, 2010), hlm22
[20] Ibid.,hlm 169
[21] Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Setrategi Belajar Mengajar,(Jakarta: PT Rineka Cipta, 2010), hlm22
[22] Abdul majid, Strategi Pembelajaran (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013), hlm 171
[23] Ibid.,hlm 172