Pengertian Pembelajaran Kooperatif

Diposting pada

Pengertian Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif merupakan terjemahan dari kalimat cooperative learning. Istilah cooperative learning ini terdiri atas dua frasa, yakni cooperative dan learning.[1] Jadi untuk mengetahui definisi dari pembelajaran kooperatif, sebelumnya harus diketahui terlebih dahulu makna secara bahasa atau etimologi terhadap kedua frase tersebut.

Dalam kegiatan kooperatif peserta didik bekerja sama antara individu dengan individu yang lain untuk mencari hasil yang menguntungkan bagi seluruh anggota kelompoknya. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan Burton yang dikutip Nasution (2000:148) dan dikutip lagi oleh Heri Gunawan, S.Pd.I., M.Ag., bahwa kooperatif atau kerjasama adalah cara individu mengadakan relasi dan bekerjasama dengan individu lain untuk mencapai tujuan bersama.[2]  Dari sini dapat dipahami, bahwa kooperatif adalah suatu strategi pembelajaran yang terdiri dari kelompok-kelompok untuk dimanfaatkan individu agar dapat memaksimalkan belajar dengan saling bekerja sama antara satu dengan yang lain.

Sedangkan istilah learning di dalam buku Kurikulum dan Pembelajaran Pendidikan  Agama Islam karya Heri Gunawan, S.Pd.I., M.Ag., yang mengutip dari Anita E. Woofolk (1996:196), bahwa learning sering dimaknai dengan the process through which experience causes permanent change in knowledge and behavior, yakni suatu proses melalui melalui pengalaman yang menyebabkan perubahan permanen dalam pengetahuan dan perilaku.[3] Dalam definisi lain, istilah learning sebagaimana dikatakan oleh Sagala (2003:12) yang dikutip oleh Heri Gunawa, S.Pd.I., M.Ag., bahwa learning adalah pembentukkan perilaku melalui pengalaman dan latihan. Dari dua definisi di atas dapat dipahami bahwa learning merupakan suatu kegiatan yang disengaja agar memperoleh perubahan dalam hal pengetahuan, perilaku, dan keterampilan dengan cara mengolah bahan ajar.

Berdasarkan definisi etimologi tersebut di atas dapat, maka diketahui bahwa pembelajaran kooperatif (cooperatif learning) adalah suatu strategi pembelajaran yang dilakukan dengan cara bekerjasama antara individu satu dengan yang lain agar dapat terjadi perubahan dalam hal pengetahuan, perilaku, dan keterampilan.


Keunggulan Pemebelajaran Kooperatif

Menurut Isjoni (2007:24) yang dikutip oleh Heri Gunawan, S.Pd.I., M.Ag., terdapat beberapa keunggulan dalam pembelajaran kooperatif, di antaranya yaitu:

  • Memudahkan siswa melakukan penyesuaian sosial.
  • Memungkinkan siswa saling belajar mengenai sikap, keterampilan, informasi, perilaku sosial, dan pandangan-pandangan.
  • Memungkinkan terbentuk dan berkembangnya nilai-nilai sosial dan komitmen.
  • Meningkatkan kepekaan dan kesetiakawanan sosial.
  • Menghilangkan sifat egois dan egosentris.
  • Menghilangkan sifat keterasingan pada diri siswa.
  • Membangun persahabatan.
  • Berbagai keterampilan sosial yng diperlukan untuk memlihara hubungan saling membutuhkan dapat diajarkan dan dipraktekkan.
  • Meningkatkan rasa percaya kepada sesama manusia.
  • Meningkatkan kemampuan memandang masalah dan situasi dari berbagai perspektif.
  • Meningkatkan keyakinan terhadap ide atau gagasan sendiri.
  • Meningkatkan kesediaan menggunakan ide orang lain yang dirasakan lebih baik.
  • Meningkatkan motivasi belajar.
  • Meningkatkan kegemaran berteman tanpa memandang perbedaan kemampuan, jenis kelamin, cacat fisik, etnis, kelas sosial, agama, dan orientasi tugas.
  • Mengembangkan kesadaran bertanggung jawab dan saling menjaga perasaan.
  • Meningkatkan keterampilan hidup bergotong royong dan sikap tenggang rasa.
  • Memberikan harapn yang lebih besar bagi terbentuknya manusia dewasa yang mampu menjalin hubungan positif dengan sesamanya, baik di sekolah maupun dalam kehidupan masyarakat.[4]

Kelemahan Pemebalajaran Kooperatif

Selain keunggulan-keunggulan seperti tersebut di atas, pembelajaran kooperatif juga memiliki keemahan, baik yang bersumber dari dalam (intern) mauapun dari luar (ekstern). Faktor-faktor tersebut antara lain:

  • Guru harus mempersiapkan pembelajaran secara matang, di samping juga harus memerlukan banyak tenaga, pemikiran, dan waktu.
  • Agar proses pembelajaran berjalan dengan lancar, maka dibutuhkan dukungan fasilitas, alat, dan biaya yang cukup memadai.
  • Selama kegiatan diskusi kelompok berlangsung, ada kecenderungan topik permasalahan yang sedang dibahas meluas, sehingga banyak yang tidak sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
  • Saat diskusi kelas, terkadang didominasi oleh seorang siswa, hal ini mengakibatkan siswa yang lain menjadi pasif.[5]

Refrensi Buku

[1] Heri Gunawan, Kurikulum dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam…, hlm. 232.

[2] Ibid., hlm. 232.

[3] Ibid., hlm. 232.

[4] Ibid., hlm. 246-247.

[5] Ibid., hlm. 247.