Pengertian Syi’ah
Syi’ah secara bahasa berarti”pengikut”, “pendukung”, “partai”, atau kelompok, sedangkan secara terminologis istilah ini di kaitkan dengan sebagian kaum muslim yang dalam bidang spiritual dan keagamaan merujuk pada keturunan Nabi Muhammad SAW. Atau disebut sebagai ahl al-bait. Poin penting dalam doktrin syi’ah adalah pernyataan bahwa segala petunjuk agama bersumber dari ahl al-bait. Mereka menolak petunjuk-petunjuk keagamaan dari para sahabat yang bukan ahl al-bait atau para pengikutnya.[1]
Menurut Ath-Thabathaba’i (1903-1981 M), istilah syi’ah untuk pertama kalinya ditujukan kepada para pengikut ‘Ali (Syi’ah ‘Ali),pemimpin pertama ahl al-bait pada masa Nabi Muhammad SAW. Para pengikut ‘Ali yang disebut Syi’ah diantaranya adalah Abu Dzar Al-Ghiffari, Miqdad bin Al-Aswad, dan Ammar bin Yasir.[2]
Pengertian bahasa dan terminologis di atas boleh dikatakan hanya merupakan dasar yang merupakan dasar yang membedakan syi’ah dengan kelompok islam yang lain.
Paham Syi’ah
Secara umum paham syi’ah adalah sebagai berikut:
- Pangkat Khalifah sesudah Nabi wafat diwarisi oleh ahli waris Nabi dengan penunjukan dari Nabi. Yang ditunjuk oleh Nabi Muhammad SAW.sebagai peganti sesudah beliau wafat adalah ‘Ali bin Abi Thalib,yaitu saudara sepupu Nabi ,menantu Nabi,pahlawan islam yang gagah berani,dan termasuk salah seorang dari sepuluh sahabat besar yang besar yang dikhabarkan Nabi masuk surga.Orang yang tidak menerima pahanm ini termasuk orang terkutuk karena tidak melaksanakan wasiat Nabi.
- Khalifah atau ‘’imam’’ dalam istilah syi’ah adalah pangkat tertinggi dalam islam dan bahkan merupakan salah satu rukun islam.oleh karena itu,tidak mungkin pangkat itu dibiarkan begitu saja dan di serahkan kepada pilihan rakyat.imam harus ditunjuk oleh Nabi dari para imam yang telah ditunjuk pula.orang -orang yang memilih khalifah dengan jalan syura(musyawarah)termasuk berdosa.
- Khalifah (imam)itu menurut paham syi’ah bersifat ma’shum artinya tidak pernah berbuat dosa dan tidak boleh diganggu dan dikritik karena ia adalah pengganti Nabi yang sama kedudukannya dengan Nabi.
- Khalifah (imam)masih mendapat wahyu dari Tuhan,walaupun tidak dengan perantaraan Jibril dan wyang di bawannya wajibe ditaati.imam-imam kaum syi’ah mewarisi pangkat nabi atau jabatan kenabian walaupun ia bukan Nabi.
Sejarah Munculnya Syi’ah
Mengenai kemunculan syi’ah dalam sejarah terdapat perbedaan dikalangan ahli. Menurut Abu Zahrah, syi’ah mulai muncul pasda masa akhir pemerintahan Usman bin Affaan kemudian tumbuh dan berkembang pada masa pewmerintahan Ali bin Abi Thalib, adapun menurut Watt, syi’ah baru benar-benar. Muncul ketika berlangsung peperangan antara Ali dan Mu’awiyah yang dikenal dengan perang Shiffin. Dalam peperangan ini, sebagai respon atas penerimaan Ali terhadap arbritase yang ditawarkan Mu’awiyah. Pasukan Ali diceritakan terpecah menjadi dua. Satu kelompok mendukung sikap Ali (Syi’ah) dan kelompok mendak sikap Ali (Khawarij).[5]
Kalangan syi’ah sendiri berpendapat bahwa kemunculan syi’ah berkaitan dengn masalah penganti (Khilafah) Nabi SAW. Mereka menlak kekhalifahan Abu Bakar, Umar bin Khathtab, dan Usman bin Affan karena dalam pandangan mereka hanya Ali bin Abi Thalib yang berhak mengantikan Nabi SAW. Kepemimpinan Ali dalam pandangan syi’ah tersebut sejalan dengan isyarat-isyarat yang diberikan Nabi SAW, pada masa hidupnya. Pada awal kenabian ketika Muhammad SAW diperintahkan menya,paikan dakwah ke kerabatnya, yang pertama menerima adalah Ali bin Abi Thalib. Diceritakan bahwa Nabi pada saat itu mengatakan bahwa orang yang pertama menemui ajakannya akan menjadi penerus dan pewarisnya. Selain itu, sepanjang kenabian Muhammad, Ali merupakan orang yang luar biasa besar.[6]
Bukti utama tentang sahnya Ali sebagai penerus Nabi adalah peristiwa Ghadir Khumm.
Diceritakan bahwa ketika kembali dari haji terakhir, dalam perjalanan dari Mekkah ke Madinah di suatu padang pasir yang bernama Ghadir Khumm. Nabi memilih Ali sebagai pengantinya dihadapan massa yang menyertai beliau. Pada peristiwa itu, Nabi tidak hanya menetapkan Ali sebagai pemimpin umum umat (walyat-i ‘ammali), tetapi juga menjadikna Ali sebagaimana Nabi sendiri, sebagai pelindung (wali) mereka. Namun realitasnya berbicara lain.
Berlawanan dengan harpan mereka, ketika nabi wafata dan jasadnya belum dikuburkan, ada kelompok lain yang pergi ke masjid untuk menentukan pemimpin yang baru karena hilangnya pemimpin yang secara tiba-tiba, sedangkan anggota keluarga nabi dan beberapa sahabat masih sibuk dengan persiapan upacara pemakaman Nabi. Kelompok inilah yang kemudian menjadai mayoritas bertindak lebih jauh dan dengan sangat tergesa-gesa memilih pemimpin yang baru dengan alasan kesejahteraan umat dann memcahkan masalah mereka saat itu. Mereka melakukan itu tanpa berunding dahulu dengan ahlul bait, kerabat, atau pun sahabat yang pada saat itu masih mengurusi pemakaman. Mereka tidak memberi tahu sedikitpun. Dengan demikian, kawan-kawan Ali dihdapkan pada suatu hal yang sudah tak bias berubah lagi (faith accomply).
Karena kenyataan itulah muncul suatu sikap dari kalangan kaum muslimin yang menentanga kekhalifahan dan kaum mayoritas dalam masalah-masalah kepercayaan tertentu. Mereka tetap berpendapat bahwa pengganti nabi dan penguasa keagamaan yang sah adalah Ali. Mereka yakin bahwa semua masalah kerohanian dan agama harus merujuk kepadanya dan mengajak masyarakat mengikutinya. Kaum inilah yang disebut dengan kaum Syi’ah. Namun lebih dari pada itu, seperti yang dikatakan Nasr, sebab utama munculnya Syi’ah terletak pada kenyataan bahwa kemungkinan ini ada dalam wahyu islam sendiri, sehingga mesti diwujudkan.
Perbedaan pendapat dikalangan para ahli mengenai kalangan Syi’ah merupakan sesuatu yang wajar. Para ahli berpegang teguh pada fakta sejarah “perpecahan” dalam Islam yang memang mulai mencolok pada masa pemerintahan Usman bin Affan dan memperoleh momentumnya yang paling kuat pada masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib, tepatnya setelah Perang Siffin. Adapun kaum Syi’ah, berdasarkan hadits-hadits yang mereka terima dari ahl al-bait, berpendapat bahwa perpecahan itu sudah mulai ketika Nabi SAW. Wafat dan kekhalifahan jatuh ke tangan Abu Bakar. Segera setelah itu terbentuklah Syi’ah. Bagi mereka, pada masa kepemimpinan Al-Khulafa Ar-rasyidin sekalipun, kelompok Syi’ah sudah ada. Mereka bergerak di bawah permukaan untuk mengajarkan dan menyebarkan doktrin-doktrin syi’ah kepada masyarakat
Daftar Pustaka
Rozak, Abdul. dkk. Ilmu Kalam.Bandung. Pustaka Setia. 2015
Abbas. Siradjuddin. I’tiqad Ahlussunah Wal Jamaah. Pustaka Tarbiyah Baru. Jakarta. 2008
Menurut K.H. Siradjuddin Abbas dan Prof. Dr.H. Abdul Rozak, M.Ag. dan Prof. Dr.H Rosihon Anwar, M.Ag. di kutip dalam buku aliran Sejarah Analisa Perbandingan pengarang Harun Nasution
Menurut K.H. Siradjuddin Abbas dan Prof. Dr.H. Abdul Rozak, M.Ag. dan Prof. Dr.H Rosihon Anwar, M.Ag. di kutip dalam buku Al-Milal Wa An-Nihal pengarang Abi Al-Fath Muhammad, Abd Al-Karim
Dikutip dari internet http://shywahyun.blogspot.co.id/2014/05/ilmu-kalam-aliran-dalam-ilmu-kalam.html